KITA terlalu sering berhenti
padahal belum sampai di persimpangan.
Bingung memikirkan apa,
sibuk membungkus waktu dengan basa-basi,
mengulur langkah dengan alasan yang manis
Kita terlalu tenang,
padahal kesempatan tak suka menunggu.
Motivasi kita tumpul,
terlalu nyaman dengan jeda,
terlalu banyak libur yang kita rayakan
seolah hari esok selalu datang setia
Mereka lupa,
perut tak pernah mengenal tanggal merah.
Lapar tak bisa diajak kompromi
oleh euforia hari libur yang sunyi makna.
Kita larut dalam hiburan,
menggenggam kesenangan seperti prestasi.
Tapi tak tahu untuk apa hari ini
dan terlalu kabur memandang masa depan.
Kita rayakan kemalasan dengan dalih
padahal luka tak sembuh dengan tidur panjang.
Kita bangga pada rencana
yang tak pernah jadi kenyataan.
Pagi-pagi kita sibuk memotret kopi
tapi lupa menyeduh tujuan.
Layar demi layar kita geser,
mencari tawa,
bukan makna.
Waktu habis dalam detik yang dipinjam
oleh hal-hal yang tak pernah kembali sebagai nilai.
Negeri ini pun ikut terlelap
di ayunan pesta dan potongan diskon,
lupa bahwa kerja keras
bukan hanya milik kaum miskin yang tak punya pilihan.
Sementara dunia terus berlari,
kita sibuk menunda.
Menunggu esok yang entah membawa apa,
dengan doa yang sama
tapi kerja yang itu-itu saja.
Harrys Ayub, 9 Juni 2025