Dr. Wendy Melfa
- Dosen UBL, Penggiat Ruang Demokrasi (RuDem)
MENYAMBUT keberlakuan KUHP baru pada 2 Januari 2026, DPR RI melalui Komisi III menggunakan hak usul inisiatif mengajukan pembahasan rancangan KUHAP untuk menggantikan KUHAP lama (UU 8/ 1981) yang pernah dijadikan “karya agung” bangsa Indonesia yang menggantikan keberlakuan HIR sebagai hukum acara (pidana formal) untuk menegakkan hukum pidana (pidana material/ KUHP warisan Hindia Belanda).
Hakekat Kehadirannya
Sebagaimana hukum merupakan resultante proses politik, dan kehadirannya sangat dipengaruhi oleh konfigurasi politik saat dilahirkan, KUHAP yang mulai berlaku 31 Desember 1981 itu meskipun lebih baik dari HIR karena lebih menekankan perlindungan HAM ketimbang HIR yang sarat dengan perlindungan kepentingan (hukum) penguasa.
Namun sebagaimana rancangannya berasal dari Pemerintah yang diwakili oleh aparatur ’penegak’ hukum (Polisi, Jaksa, Hakim) dan perlu optimalnya kekuatan politik sipil lainya, nyaris KUHAP lama ‘lebih’ berpihak kepada aparatur penegak hukum.
Ini bisa terlihat mereka ‘memproteksi’ corp mereka ketika terjadi kelalaian/ atau abai dalam menjalankan profesinya sebagai penegak hukum, KUHAP ‘nyaris’ tidak memberikan sanksi sebagai bentuk kontrol kepada aparat penegak hukum, dan cenderung superior saat berhadapan dengan warga negara ketika menghadapi proses hukum, serta menggunakan pendekatan prinsip ‘praduga bersalah’ (presumption of guilty) dan mengabaikan ‘praduga tidak bersalah’ (presumption of innocence) sebelum adanya Putusan Pengadilan.
Seiring perkembangan keadaan dan makin majunya pendidikan hukum warganegara, dengan diundangkannya KUHP Nasional yang segera diberlakukan sebagai hukum pidana material, maka menjadi suatu kebutuhan untuk juga memberlakukan KUHAP baru, yang lebih adaptif dan responsif serta lebih memberikan jaminan keadilan bagi warga negara yang berhadapan dengan hukum pidana sebagai hukum formal (hukum beracara).
Ini bukan saja untuk menyesuaikan dengan keberlakuan KUHP baru, tetapi juga sekaligus sebagai bentuk hadirnya Negara dalam proses penegakkan hukum acara pidana, bahwa Negara bertujuan “Melindungi Segenap Tumpah Darah Indonesia, Memajukan Kesejahteraan Umum …..” sebagai tercantum pada Pembukaan UUD 1945 Alinea Empat sebagai landasan Konstitusi bernegara dan berbangsa Indonesia.
Sebagai suatu Bangsa, Indonesia mempunyai kekhasan tersendiri dalam sistem hukum dan pemerintahannya dalam mewujudkan eksistensi sebagai Negara, baik ke dalam maupun dalam relasi pergaulan dunia global.
Pancasila sebagai ideologi bangsa dengan sistem pemerintahan membagi kekuasaan Negara dengan prinsip check and balances, agar terdapat keseimbangan dan tidak ada kekuasaan yang mendominasi dalam menjalankan pemerintahannya.
Penyusunan rancangan KUHAP oleh lembaga Legislatif adalah bentuk legalitas berlakunya hukum, sekaligus sebagai bentuk control (tertulis) agar aparat penegak hukum sebagai bagian dari eksekutif penegak hukum (lid, dik, tut) dan pelayanan bidang hukum pemerintah (Polisi, Jaksa, Lembaga Pemasyarakatan), tidak lain untuk menjamin hadirnya pemerintahan yang demokratis, tegaknya supremasi hukum, dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi warganegara dengan prinsip equality before the law, persamaan dihadapan hukum.
Resultante Proses Politik
Hukum merupakan hasil (result) dari proses politik, berbagai tahapan proses-proses politik serta konfigurasi kekuatan politik kontemporer akan mewarnai suatu produk hukum (KUHAP) dalam pembentukan, penerapan, dan penegakkan. Untuk itulah pentingnya ‘kehadiran’ kekuatan politik kontemporer intra dan ekstra parlemen guna ‘mewarnai’ dan memperkaya muatan rancangan KUHAP yang akan diundangkan.
Pembentukan
Konfigurasi politik kontemporer baik itu kekuatan politik formal yang merupakan kekuatan konfigurasi Partai Politik pada lembaga Parlemen, juga entitas kekuatan politik lainnya, seperti mahasiswa dan masyarakat sipil akan turut mewarnai karakter dan substansi dari sebuah produk hukum, adanya forum-forum diskusi, Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR, dan forum-forum kajian lainnya tentu akan sangat baik dan bermanfaat dalam proses pembentukan hukum. Keadilan hukum hadir dari proses yang transparan dan terang benderang bukan dari ruang samar-samar apalagi gelap.
Penerapan
Yang patut untuk disoroti hingga tertuang pada materi KUHAP adalah beberapa hal yang ketika pada tahap penerapan KUHAP tersebut menampilkan eksistensi dan penguatan peran serta fungsi masing-masing lembaga penegak hukum sebagai criminal justice system secara proporsional dan berkeadilan untuk tegaknya hukum. Sehingga dengan demikian menghasilkan apa yang disebut diferensiasi fungsional, sehingga terukur fungsi lembaga-lembaga penegak hukum sesuatu dengan fungsinya baik itu Advokat, Polisi, Jaksa, dan Hakim, dan kesemua lembaga tersebut benar-benar menyajikan keutuhan sebagai satu rangkaian proses penegakan hukum yang integrated criminal justice system, tidak ada satupun di antaranya yang lebih dominan, melainkan ada fungsi koordinasi horizontal berbasis fungsi dan kewenangannya masing-masing.
Pada tahapan ini juga terdapat adanya jaminan keadilan bagi warganegara yang sedang menghadapi proses hukum untuk mendapatkan hak hukum serta adanya jaminan terlaksananya perlindungan Hak Asasi Manusia selam proses hukum.
Oleh karena itu, sepatutnya adanya ukuran-ukuran serta dilengkapi dengan fungsi pengawasan dan control manakala terdapat ketidak adilan dalam setiap proses dan tahapan berjalannya penerapan KUHAP tersebut.
Penegakan
Untuk menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera, dan rasa aman bagi warga negara yang sedang menghadapi proses dan ancaman hukum pidana, KUHAP juga patut untuk memenuhi tiga prinsip, yaitu: pertama, Kepastian Hukum; adanya jaminan hukum yang berlaku secara konsisten dan adil.
Kedua, Keadilan Hukum; setiap orang ada jaminan diperlakukan sama/ setara sesuai dengan hukum, dan yang
Ketiga, Kemanfaatan hukum; hukum memberikan manfaat bagi masyarakat dan mencapai tujuan yang diinginkan. (*)
Catatan: Tulisan ini disampaikan pada Diskusi Publik BEM U KBM Unila 2025, “Mengkaji Arah Reformasi Hukum Acara Pidana: Telaah Kritis Terhadap RUU KUHAP Sebagai Pilar Penegakan Hukum di Indonesia”, FH. UNILA,13 Juni 2025.