Akmal Nasery Basral *)
SKEMA
(Sketsa Masyarakat)
– 1/
Topik SKEMA “Balada Tamu Undangan ke Rumah Tuhan: Kisah Ruben Onsu dan Amer Al Gaddafi” kemarin (Selasa, 3 Juni 2025) mendapatkan respons positif sejumlah pembaca, termasuk dari Profesor Asvi Warman Adam.
Profesor Riset Bidang Sejarah Sosial Politik berusia 71 tahun itu mengirimkan saya cuplikan layar surat pembaca yang diterbitkan harian Kompas, 11 Februari 2025. Isinya tentang kedatangan dirinya ke kantor Kementerian Agama Jakarta Selatan untuk menanyakan kepastian jadwal keberangkatan setelah menunggu 10 tahun. Jawaban Kemenag adalah prioritas diberikan kepada jamaah lansia berusia 80 tahun ke atas, sebagaimana standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Asvi menyarankan batasan usia lansia diubah sesuai dengan ketentuan yang lazim di tanah air, yakni 65 tahun. “Kalau harus menunggu sampai usia 80 tahun, tentu banyak calon jamaah haji keburu meninggal,” tulisnya. “Kalau Pemerintah Indonesia konsisten menerapkan aturan/kebiasaan di Indonesia mengenai lansia, calon jemaah haji berusia 65 tahun ke atas dapat diberangkatkan ke Tanah Suci semuanya pada tahun 2025 ini,” lanjut alumnus École des Hautes Études en Sciences Sociales (EHESS) Paris, Prancis, itu.
Sebuah usul bagus dan sangat logis meski, sayangnya, bertepuk sebelah tangan tersebab dua hal. Pertama, musim haji tahun ini sedang berlangsung dan akan mencapai puncaknya besok di Padang Arafah.
Kedua, bahkan selama tiga bulan terakhir sejak surat pembaca terbit (Februari – Mei 2025), belum terdeteksi adanya respon Menteri Agama Nasaruddin Umar, menteri yang didapuk Lembaga Survei Indonesia (LSI) sebagai menteri dengan kinerja terbaik dan paling memuaskan dalam 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto (Tempo.co, 24 Januari 2025), terhadap usulan itu.
Padahal Asvi sudah tiga kali menulis surat pembaca di harian yang sama. “Mungkin Menteri Agama tidak berlangganan Kompas,” tulisnya berkelakar dilengkapi emoji tertawa, yang saya tanggapi juga dengan berseloroh, “Mungkin juga, Prof, hehehe …”
Dengan mengenyampingkan soal kelakar yang hanya bumbu percakapan, problem yang lebih serius adalah jika ‘curhat’ seorang guru besar sekaliber Asvi Warman Adam di koran nasional termasyhur saja tidak (atau belum?) mendapat perhatian Menag dan Dirjen Haji (padahal keduanya punya stafsus untuk membaca media cetak dan menyatukan dalam kliping penting yang harus dibaca Menteri atau Dirjen setiap hari), apatah lagi tulisan sederhana SKEMA dari saya yang bukan seorang guru besar, bukan? Akan semakin kecil peluangnya untuk dibaca para pengambil kebijakan ibadah haji.
Namun, sekiranya terjadi keajaiban– dear medsos, please do your magic! –yang membuat tulisan ini muncul di layar telepon pintar Menteri Nasaruddin Umar dan Dirjen Haji Hilman Latief, semoga bisa menjadi catatan khusus. Syukur-syukur sebagai tambahan agenda pembahasan untuk persiapan musim haji tahun 2026.
2/
Ikhtiar Kemenag mengutamakan calon jemaah haji lansia bukannya tak ada. Setidaknya pada dua musim haji terakhir era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 2023 dan 2024, tagline “Haji Ramah Lansia” menjadi tema utama.
Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) mencatat usia jamaah haji 65 tahun ke atas mencapai hampir 45 ribu orang dari total jamaah haji reguler 213.320 orang (21%). Jemaah haji tertua saat itu berusia 110 tahun bernama Mbah Mislan dari Ponorogo, Jawa Timur, dengan 54 orang lainnya berusia 95 tahun ke atas.
Secara kategoris, jemaah haji lansia terbagi dalam empat kelompok: lansia mandiri, lansia dengan penyakit penyerta (komorbid) tapi masih dapat melakukan aktivitas harian secara mandiri, lansia yang memerlukan bantuan orang lain saat beraktivitas harian di luar, serta lansia yang memerlukan bantuan orang lain saat beraktivitas di dalam maupun luar kamar.
Bagi lansia juga dibuatkan proses bimsik (bimbingan manasik) khusus, memperpendek proses seremonial yang harus dijalani, safari wukuf khusus, hingga tanazul (layanan pulang ke tanah air) lebih cepat dibandingkan jemaah reguler usai puncak haji di Armuzna.
Untuk musim haji tahun 2025/1446 H ini, tema “Haji Ramah Lansia dan Disabilitas” menjadi prioritas. Terjadi kenaikan persentase jemaah lansia dibandingkan menjadi 23,30% dibandingkan total jemaah haji reguler, berdasarkan informasi situs NU Online (22/5). Ini data yang patut diapresiasi, meski harapan saya masih bisa lebih diakselerasi untuk tahun-tahun berikutnya berdasarkan prinsip istitha’ah (kemampuan melaksanakan ibadah haji secara jasmaniah, ruhaniah, pembekalan, dan keamanan, untuk menunaikan ibadah haji tanpa menelantarkan kewajiban terhadap keluarga yang ditinggalkan di tanah air).
Lazimnya seiring penambahan usia, perubahan fenotip (kondisi fisik tubuh) manusia juga berlangsung yang membuat kebugaran tubuh menurun. Untuk itu, usulan Profesor Asvi agar prioritas keberangkatan bagi jemaah berumur 65 tahun ke atas (bukan 80 tahun ke atas seperti jawaban pegawai Kemenag Jakarta Selatan) menjadi makin mendesak.
Persentase jemaah lansia bisa dinaikkan menjadi 30% untuk tahun 2026. Bahkan dengan political will dari Presiden Prabowo Subianto dan dukungan anggota DPR dari Komisi VIII yang bertanggungjawab mengawasi pelaksanaan ibadah haji, angka itu masih bisa dioptimalkan menjadi 50% atau separuh dari total jemaah haji reguler, agar kesempatan berhaji bagi lansia di atas 65 tahun menjadi lebih besar, yang membuat masa penantian mereka bisa segera berakhir.
Target 50% tidak ambisius atau mimpi di siang bolong. Ada alasan budaya yang mendukungnya. Bukankah dalam tradisi kita sebagai masyarakat Timur dan kearifan lokal Nusantara, posisi warga sepuh (elderly citizen) selalu diberi kesempatan lebih dulu untuk tampil dalam pelbagai kegiatan sosial dan spiritual?
Maka, jika dirancang kampanye nasional dengan perencaanaan komprehensif dan matang dengan tema seperti “2026: 50% Haji Lansia”, rasanya akan bisa mendapat dukungan dari pelbagai lapisan masyarakat dan umat. Sebab sejatinya semua orang mengerti betapa ibadah haji memerlukan kekuatan stamina tertinggi dibandingkan ibadah-ibadah lainnya dalam agama Islam.
Presiden Prabowo Subianto yang pernah menunaikan ibadah haji pada usia 40 tahun (1991, saat menjadi menantu Pak Harto. Kini Prabowo berusia 73 tahun), tentu bisa menjadi akselerator utama bagi perubahan komposisi jemaah haji lansia secara signifikan, dengan kecekatan kerja Menteri Agama Nasaruddin Umar sebagai salah seorang menteri berkinerja terbaik di Kabinet Merah Putih ini.
Sehingga jika dalam sisa jabatan kepemimpinan nasional periode pertama yang masih tersisa empat tahun lagi, keinginan Profesor Asvi Warman Adam—dan puluhan ribu jemaah lansia lainnya yang sudah menunggu belasan dan puluhan tahun jadwal keberangkatan—bisa terwujud lebih cepat. Alangkah indahnya.
Satu per satu problem yang membelit pelaksanaan ibadah haji dari tahun ke tahun seakan tak berkesudahan, akan terurai secara elegan. Dan ini akan menjadi salah satu warisan kepemimpinan gemilang di bidang pelaksanaan ibadah haji yang akan terekam abadi dalam memori kolektif umat Islam Indonesia. Semoga Allah mudahkan semua niat kebaikan.
Jakarta, 4 Juni 2025/
8 Zulhijjah 1446 H
*) Untuk tanggapan (saran, kritik) atas tulisan ini kirimkan via e-mail: akmal.n.basral@gmail.com