JAKARTA -- Dokter spesialis paru mengingatkan dampak polusi udara pada anak bisa menyebabkan stunting, menyusul mencuatnya kasus anak Tasya Kamila hingga cucu Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi jatuh sakit karena polusi udara di Jakarta.

BACA JUGA: Ahli Gizi Dr. Azrimaidaliza Berbagi Tips Cegah Stunting

"Anak-anak rentan terhadap polusi karena sistem imunitasnya masih belum sempurna. Kondisi pajanan polusi itu bisa jadi kendala di masa hidup selanjutnya. Sakin dini dia terpajan polutan, ISPA (infeksi saluran pernapasan atas) -nya makin seirng inflamasi akan ganggu daya tahan tubuh perkembangan," ungkap Dokter Spesialis Paru , Dr. dr. Feni Fitriani Taufik saat konferensi pers dengan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Jumat (18/8/2023).

Kerentanan terhadap polusi, imbuh Feni, disebabkan organ tubuh anak belum berkembang sempurna, seperti para yang belum berfungsi masimal yang akhirnya akan menganggu sistem kekebalan tubuh anak.

Kondisi inilah yang akhirnya membuat anak berisiko stunting, karena penyerapan gizinya tidak maksimal akibat kekebalan tubuhnya terganggu. Terlebih dengan anak punya riwayat alergi bisa meningkatkan risiko sakit asma.

"Jadi anak-anak yang terkena polusi udara tidak selesai pada saat itu anak sembuh ISPA. Bisa berpengaruh saat dewasa muda hingga lansia lalu risiko asma meningkat. Bahkan jika dibiarkan dan diabaikan bisa jadi berkembang ke penyakit paru kronik," jelas Dr. Feni.

"Jadi anak-anak yang terkena polusi udara tidak selesai pada saat itu anak sembuh ISPA. Bisa berpengaruh saat dewasa muda hingga lansia lalu risiko asma meningkat. Bahkan jika dibiarkan dan diabaikan bisa jadi berkembang ke penyakit paru kronik," jelas Dr. Feni.

"Polusi udara ini dikaitkan dengan keterlambatan pertumbuhan dan stunting, inflamasi yang terjadi akan berkelanjutan, dan menganggu tumbuh kembang menyebabkan masalah pada anak, dan itu jadi PR apalagi untuk masa depan selanjutnya," sambung Dr. Feni.

BACA JUGA: Ahli Gizi Dr. Azrimaidaliza Ajak Isi Piring dengan Menu Kaya Protein Hewani 

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.

Sehingga Dokter Spesialis Paru dr. Nuryunita Nainggolan memberikan beberapa tips agar anak terhindar dari paparan polusi udara yang berbahaya untuk masa depan anak, salah satunya rutin memeriksa atau mengecek kualitas udara yang sedang beredar di luar rumah.

"Saya berikan saran orangtua untuk cek keadaan kualitas udara, dari internet dan aplikasi kan ada pemantauan kualitas udara. Sehingga mengetahui apa yang harus dihindari, kalau sekolah bisa negosiasi dengan sekolahnya, karena anak tetap harus sekolah," jelas dr. Nuryunita.

Negosiasi kepada sekolah ini dilakukan hanya jika kualitas udara memang masuk kategori berbahaya. Bisa juga ditambah dengan upaya lain berupa pakai masker di perjalanan, hingga air purifier atau alat filter udara di dalam ruangan.

"Ventilasi bisa ditutup, mencegah udara dari luar tidak masuk, tapi sebagai catatan itu dilakukan jika kualitas indeksnya tidak sehat, kalau bagus tidak masalah (anak keluar rumah)," pungkas dr. Nuryunita.

Adapun polusi udara dikatakan berbahaya jika masuk kategori PM 10, yaitu partikel udara berukuran 10 mikrometer atau lebih kecil, polusi ini sering ditemukan pada debu dan asap. Tidak kalah berbahaya, polusi udara PM 2.5 yakni partikel berukuran 2,5 mikron alias mikrometer.

Kedua partikel ini disebut berbahaya, karena berukuran lebih kecil dari diameter rambut manusia yang berukuran 50 hingga 70 mikrometer.

Pada 15 Agustus 2023 lalu laman IQAir menyebut indeks kualitas udara kota Jakarta berada di angka 162 dengan jenis polutan utama PM 2.5, serta nilai konsentrasi 76 mikrogram per meter kubik.

#src/bin







 
Top