JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan AS alias Amel sebagai tersangka baru. Amel ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan dalam kasus korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

"AS alias Amel langsung diperiksa di Gedung Bundar Kejaksaan Agung dan selanjutnya ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana dugaan menghalangi penyidikan sebagaimana dimaksud pasal 21 Undang-Undang RI no 20 tahun 2001 jo Undang-Undang RI no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Asisten bidang Intelijen Kejaksaan Tinggi Sultra Ade Hermawan dalam keterangan pers tertulisnya, Minggu (20/8/2023).

Sang makelar kasus, Amel, ditangkap pada Kamis, 17 Agustus 2023 sekitar pukul 17.00 WIB di Plaza Senayan oleh tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara dibantu tim Intelijen Kejagung dan Kejati DKI. Kejaksaan menerima laporan dari keluarga tersangka AA.

Ade mengatakan modus yang dilakukan Amel dengan menjanjikan mencabut status tersangka AA dalam kasus ini. Amel juga menjanjikan akan menemui dan meminta tolong ke pimpinan Kejaksaan untuk mengurus perkara AA.

"Tersangka melakukan perbuatan tersebut dengan menjanjikan dapat mengurus/mencabut status tersangka AA dengan cara berusaha untuk menemui dan meminta tolong kepada beberapa pimpinan Kejaksaan," kata Ade.

Ade menyebut keluarga tersangka AA sudah membayar Rp 6 miliar ke Amel pada Juli 2023. Uang itu ternyata digunakan Amel untuk kebutuhan pribadi.

"Telah meminta serta menerima uang sekitar Rp 6 miliar rupiah dari istri AA pada bulan Juli 2023 bertempat di salah satu tempat di Jakarta Selatan. Uang tersebut digunakan tersangka untuk kepentingan pribadinya dan tersangka tidak diterima untuk menemui pimpinan Kejaksaan baik di di pusat maupun di daerah," ujar Ade.

Tersangka Kasus Tambang Nikel

Kejagung telah menetapkan dua tersangka baru dalam kasus ini. Dua tersangka itu berinisial SM dan EVT.

Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan SM merupakan Mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral yang saat ini menjabat Kepala Geologi Kementerian ESDM. Sedangkan EVT adalah Evaluator Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) pada Kementerian ESDM.

"Dari proses penyidikan perkara yang ada di Sultra, yang berinisial SM yaitu Kepala Geologi Kementerian ESDM, mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral Batubara Kementerian ESDM. Dan tersangka kedua adalah EVT yaitu Evaluator Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) pada Kementerian ESDM," kata Ketut dalam jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (24/7/2023).

Ketut menjelaskan, menurut hasil penyidikan, SM dan EVT telah memproses penerbitan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) tahun 2022 sebesar 1,5 juta metrik ton ore nikel milik PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa juta metrik ton ore nikel pada RKAB beberapa perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan.

Kerugian Rp 5,7 T

Menurut perhitungan sementara auditor, kata Ketut, keseluruhan aktivitas pertambangan di blok Mandiodo telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 5,7 Triliun.

Perkara ini sejatinya diusut Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra. Penyidik saat ini telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka. Mereka adalah:

1. HW selaku General Manager PT Antam Unit Bisnis Pertambangan Nikel Konawe Utara

2. AA selaku Direktur Utama PT Kabaena Kromit Pratama

3. GL atau GAS selaku Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining

4. OS selaku Direktur PT Lawu Agung Mining

5. Windu Aji Sutanto selaku pemilik PT Lawu Agung Mining

6. SM selaku mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral

7. EVT selaku Evaluator Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) pada Kementerian

#dtc/whn/dhn





 
Top