JAKARTA -- Korupsi bantuan sosial beras untuk Kelompok Penerima Manfaat (KPM) dan Program Keluarga Harga (PKH) pada 2020 silam ternyata melibatkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Adalah PT Bhanda Ghara Reksa Persero yang sudah dibubarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2021.

"KPK menetapkan dan mengumumkan beberapa pihak sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Rabu (23/8/2023).

Enam orang tersebut adalah Muhammad Kuncoro Wibowo, Dirut PT Bhanda Ghara ReksaPersero periode 2018 s/d 2021.

Budi Susanto, Direktur Komersial PT Bhanda Ghara Reksa Persero periode 2018 s/d 2021.

April Churniawan, Vice President Operasional PT Bhanda Ghara Reksa, Persero periode 2018 s/d 2021.

Ivo Wongkaren, Dirut Mitra Energi Persada sekaligus Tim Penasihat PT PTP (Primalayan Teknologi Persada)

Roni Ramdani, Tim Penasihat PT PTP (Primalayan Teknologi Persada)

Richard Cahyanto, General Manager PT Primalayan Teknologi Persada, sekaligus Direktur PT Envio Global Persada

Dalam kronologi perkara disampaikan, sekitar Agustus 2020, Kementerian Sosial mengirimkan surat pada PT BGR untuk dilakukan audiensi dalam rangka penyusunan rencana anggaran kegiatan penyaluran bantuan sosial beras (BSB) di Kemensos.

Kemensos memilih PT BGR sebagai distributor BSB dan berlanjut dengan penandatanganan surat perjanjian pelaksanaan pekerjaan penyaluran bantuan sosial beras (BSB) untuk keluarga penerima manfaat (KPM) program keluarga harapan (PKH) dalam rangka penanganan dampak Covid 19 dengan nilai kontrak Rp326 Miliar.

Dari pihak PT BGR Persero penandatanganan perjanjian diwakili MKW. Agar realisasi distribusi BSB dapat segera dilakukan, AC atas sepengetahuan MKW dan BS secara sepihak menunjuk PT PTP (Primalayan Teknologi Persada, tidak dibacakan) milik RC tanpa didahului dengan proses seleksi untuk menggantikan PT DIB Persero yang belum memiliki dokumen legalitas jelas terkait pendirian perusahaannya.

Settingan sedemikian rupa tersebut diketahui MKW, BS, AC, IW, RR dan RC. Selain itu IW dan RR juga ditunjuk menjadi penasehat PT PTP agar dapat menyakinkan PT BGR mengenai kemampuan dari PT PTP.

Dalam penyusunan kontrak konsultan pendamping antara PT BGR dengan PT PTP tidak dilakukan kajian dan perhitungan yang jelas dan sepenuhnya ditentukan secara sepihak oleh MKW ditambah dengan tanggal kontrak juga disepakati untuk dibuat mundur (backdate). Atas ide IW, RR dan RC, PT PTP membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan kegiatan distribusi BSB.

Periode September s/d Desember 2020, RR menagih pembayaran uang muka dan uang termin jasa pekerjaan konsultan ke PT BGR dan telah dibayarkan sejumlah sekitar Rp151 Miliar yang dikirimkan ke rekening bank atas nama PT PTP. Terdapat rekayasa beberapa dokumen lelang dari PT PTP dengan kembali mencantumkan backdate.

Periode Oktober 2020 s/d Januari 2021, terdapat penarikan uang sebesar Rp125 Miliar dari rekening PT PTP yang penggunaannya tidak terkait sama sekali dengan distribusi bantuan sosial beras (BSB).

Tindakan para tersangka bertentangan dengan ketentuan, Pasal 4 ayat (1) huruf b,c, f dan g Jo Pasal 6 huruf c dan f Peraturan Menteri BUMN tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa

BUMN. selanjutnya Pasal 19 ayat (1) Peraturan Menteri BUMN tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada BUMN.

Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp127, 5 Miliar. Secara pribadi yang dinikmati IW, RR dan RC sejumlah sekitar Rp18,8 Miliar dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh Tim Penyidik.

#cnbc/bin





 
Top