JAKARTA -- Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman mendorong agar Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut tuntas kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022.

Zaenur mengatakan, penyidikan kasus dugaan korupsi yang salah satunya menjerat Harvey Moeis tersebut tidak boleh berhenti di level operator.

“Jangan dilokalisir di Harvey saja, padahal Harvey ini levelnya operator,” ujar Zaenur saat dihubungi, Sabtu (6/4/2024).

“Di atas Harvey itu masih ada yang jauh lebih besar kekuasannya, karena punya kepentingan dan peran yang lebih dominan,” katanya lagi.

Zaenur mengatakan, Kejagung harus menargetkan “king maker” atau beneficial owner dalam dugaan kasus suap tersebut.

“Justru yang menjadi target utama adalah para king maker atau beneficial owner. Mereka-mereka yang memang sebagai penerima manfaat di kegiatan-kegiatan perusahaan tersebut,” ujar Zaenur. 

Zaenur lantas menyarankan, pengusutan itu bisa melalui instrumen tindak pidana pencucian uang (TPPU). Karena pada dasarnya, menurut dia, instrumen TPPU bisa menelusuri ke mana uang itu mengalir.

"Dengan TPPU, para penyelenggara negara yang diduga melakukan pembiaran menerima aliran dana juga harus dijerat,” katanya.

Selain itu, pengusutan juga bisa melalui tindak pidana korupsi (tipikor) dengan memeriksa saksi-saksi. 

Diketahui, Harvey Moeis dijerat dengan Pasal TPPU. Sebelumnya, dia juga telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus korupsi tersebut pada 27 Maret 2024. 

"Untuk TPPU, yang bersangkutan (Harvey Moeis) sudah kita tetapkan tersangka TPPU," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Kuntadi di kantornya, Jakarta, Kamis (4/4/2024). 

Kuntadi sebelumnya mengatakan, pasal TPPU juga akan dikenakan kepada tersangka lainnya, termasuk Helena Lim. 

Menurut proses penyidikan Kejagung, Harvey diduga berperan sebagai perpanjangan tangan dari PT RBT diduga mengakomodir kegiatan pertambangan liar atau ilegal bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT).

Keduanya sempat beberapa kali bertemu membahas soal dugaan korupsi tersebut. Kemudian, mereka menyepakati agar kegiatan di pertambangan liar tersebut ditutupi dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah. Harvey pun disebut menghubungi sejumlah perusahaan smelter untuk mengakomodir itu. 

"Yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud," kata Kuntadi.

Setelah penambangan liar berjalan, Harvey dikatakan meminta para pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan untuk diserahkan kepadanya seolah-olah sebagai dana Coorporate Social Responsibility (CSR). 

Adapun proses penyerahan keuntungan berkedok dana CSR ini turut melibatkan Helena Lim selaku Manager PT QSE.

#kpc/bin




 
Top