Ilustrasi: aksi jurnalis fotografi di persidangan Ahok.
dok: tribunpekanbaru
JAKARTA -- Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mendesak Mahkamah Agung (MA) mencabut Surat Edaran Nomor 2 tahun 2020 Tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan. Surat ini ditandatangani oleh Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum, Prim Haryadi, pada 7 Februari 2020.

Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Sasmito Madrim menilai aturan itu berpotensi menghambat kerja jurnalis saat meliput persidangan.

BACA JUGA: Larangan Merekam Sidang Angin Segar bagi Mafia Peradilan.. 

"Walaupun itu secara spesifik tidak melakukan pembatasan ke jurnalis, tapi potensinya sangat besar sekali. Artinya, akan membatasi teman-teman untuk melakukan peliputan," kata Sasmito, Kamis (27/2/2020).

"Kita berharap pihak MA mencabut," sambungnya.

Sasmito memandang aturan tersebut serupa dengan klausul 'contemp of court' atau penghinaan terhadap pengadilan, dalam Pasal 328 dan 329 Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

"Aturan serupa ini di RKUHP juga sempat kita tolak yang contempt of court. Jadi, kita kaget juga sebenarnya ketika mendapat SEMA (Surat Edaran Mahkamah Agung) ini. SEMA ini biasanya mengatur internal di pengadilan," ujarnya.

Dia berpendapat pemidanaan yang diatur dalam SEMA tidak tepat. Menurutnya, perihal pemidanaan seharusnya diatur dalam level undang-undang. Pihaknya akan mendatangi MA jika tidak juga mencabut surat edaran tersebut.

"Kita ada rencana juga nanti jika ada masukan dari masyarakat misal dari yang sudah menyampaikan kritikan sudah ada dari YLBHI, ICJR, dalam waktu dekat tidak dicabut oleh MA, mungkin AJI akan mencoba datang ke MA untuk menyampaikan permintaan dan masukan terkait SEMA," tandasnya.

Dewan Pers: Ada Ruang Publik yang Tertutup ...

Sementara itu, Dewan Pers memandang SEMA yang mengatur tentang perizinan Ketua Pengadilan Negeri atas pengambilan gambar, video dan rekaman di persidangan sebagai sesuatu yang aneh.

"Kalau sekarang dari SEMA [sidang] terbuka, tapi kalau memotret harus seizin Ketua Pengadilan Negeri, kalau begitu jadi aneh. Ada ruang publik yang tertutup untuk melihat; memantau," kata Arif Zulkifli, Kamis (27/2).

Pria yang akrab disapa Azul ini memandang sejauh ini peran pers cukup efektif dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya persidangan. Apalagi, menurut dia, kondisi peradilan saat ini masih sering terjadi hal yang tidak patut.

"Selama ini kan wartawan jadi bagian dari transparansi, termasuk transparansi di ruang sidang. Kita tahu persidangan di kita masih sering terjadi hal-hal yang tidak patut," ujarnya.

Ia menambahkan Dewan Pers akan melakukan rapat internal guna menindaklanjuti sejumlah aturan di SEMA Nomor 2 tahun 2020.

"Dewan Pers belum ada rencana menghubungi MA. Nanti kita mau bicara internal dulu soal itu," ucap Arif.

Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2020 Tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan yang ditandatangani pada 7 Februari 2020 mengatur ketentuan mengenai Tata Tertib Umum dan Tata Tertib Persidangan.

Bagian I angka 3 Tata Tertib Umum isi surat edaran itu berbunyi, "Pengambilan foto, rekaman suara, rekaman TV harus seizin Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan."

Sementara pada bagian II angka 9 Tata Tertib Persidangan dikatakan, "Dalam hal pelanggaran tata tertib sebagaimana dimaksud pada angka 7 bersifat suatu tindakan pidana, akan dilakukan penuntutan terhadap pelakunya."

Ada pun angka 7 mengatur, "Segala sesuatu yang diperintahkan oleh hakim ketua majelis untuk memelihara tata tertib di persidangan wajib dilaksanakan dengan segera dan cermat.

Sumber: cnnindonesia
 
Top