Screenshot jejak digital ragam kontroversi Gubernur Mahyeldi. 


 Oleh: Novri Investigasi *

INGIN menangis, tak ada lagi air mata. Ingin menjerit tak keluar lagi suara. Ingin bertanya, rumputnya tak lagi bergoyang. Pedih, pilu, terasa menyesak dada. Begitulah nasib si kuli tinta. Ingin berlangganan di Pemrov Sumbar, terkendala Peraturan Gubernur. Pergub 30 tahun 2018, virus mematikan eksistensi media.

Sekedar ilustrasi, Pergub 30 tahun 2021, tentang perubahan atas Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 21 Tahun 2018, tentang Penyebarluasan Informasi Penyelenggaraan Pemerintah di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Pergub itu, menjadi syarat untuk media yang berlangganan (kerjasama publikasi-red) di kantor gubernur. Bahkan, menjadi acuan bagi kabupaten dan kota lainnya di Sumatera Barat.

Pedih, perih Pergub membuat rekan-rekan media makin merana. Kalaupun Gubernur Sumbar pernah berkata, ia kurang dukungan dari media, jarang media mempromosikan dirinya. Pernahkah terpikir, bagaimana juga keluhan media dikebiri menjadi mitra Pemrov Sumbar? Kalaupun mereka memberitakan, untuk apa? Apakah ada take and give-nya? Tak ada makan siang yang gratis.

BACA JUGA: KPK Ingatkan Mahyeldi Hindari Perbuatan Kategori Gratifikasi

Pergub dimaksud mensyaratkan media yang berlangganan di Pemrov Sumbar, harus terdaftar di Dewan Pers. Sementara, syarat untuk terdaftar di Dewan Pers, Pemimpin Redaksi/Penanggungjawab harus  lUji Kompetisi Wartawan (UKW) Utama dan bejibun lagi kelengkapan yang musti dipenuhi, tak cukup semata akta pendirian perusahaan pers dan SK Kemenkumham. Nah, kondisinya saat ini, rekan rekan media yang sudah lama terbit ataupun yang baru, masih banyak belum memenuhi syarat permintaan Pergub.

Alhasil, mereka hanya bisa gigit jari. Padahal, media mereka legal, Perseroan Terbatas dan Berbadan Hukum. Kejam, cara naif mengkebiri media. Sementara, nafas kehidupan dari media dan wartawan yang paling utama ya dari berlangganan dan iklan. Sekarang mereka dikebiri berlangganan berdalih Pergub. Pantaskah, seorang gubernur berkata, kurang dipromosikan?

BACA JUGA: Jatim dan Surabaya Sudah Biasa Penerbitan Buku oleh Sponsor

Tak pernahkah terpikirkan, Pemrov Sumbar menutup ruang gerak media. Mirisnya, di saat Pemrov Sumbar mengkebiri gerakan media, mereka membuat buku bergaya media. Itu terlihat dari proposal dan cara mereka minta iklan mirip sebuah media. Ada nilai harga terhadap iklan yang mau dipasang. Kisaran Rp8 juta sampai Rp20 juta. 

Dengan mudahnya, mereka mendapatkan kerjasama berupa iklan, hanya bermodal tanda tangan dan kop surat. Tak perlu perusahaan dan badan hukum. Tak perlu memenuhi persyaratan terdaftar di Dewan Pers. 

Pergub tak berlaku untuk buku banjir iklan tersebut. Dengan mudah mendapatkan uang. Sementara media berbadan hukum, terimbas Pergub Nomor 21 Tahun 2018 -- yang belakangan diperbaharui menjadi Pergub Nomor 30 Tahun 2021 -- virus yang telah terlebih dahulu mematikan, jauh sebelum Corona lahir lalu merajalela di tanah air. Entahlah...

*penulis adalah Wartawan Utama (WU)/Kompeten


 





 
Top