PADANG -- Pernyataan kontroversial Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri soal ketiadaan tokoh nasional dari Tanah Minang ditanggapi ringan oleh Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi. Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu tak membantah, sebaliknya justru membenarkan pernyataan Mega. Namun, ia mengklaim tokoh itu akan muncul pada 2045. 

Sebelumnya, Mega mempertanyakan ketiadaan tokoh cendekiawan asal Tanah Minang atau Sumbar, yang populer di tingkat nasional pada saat ini. Padahal, menurutnya, dulunya Tanah Minang adalah gudangnya tokoh pergerakan kemerdekaan.

"Saya sangat sepakat dengan apa yang disampaikan oleh beliau," kata Mahyeldi menjawab konfirmasi awak media di Istana Gubernuran Sumbar, Jumat (13/8/2021).

"[Tokoh] Sumbar akan menjadi presiden pada tahun 2045 itu, dan dapat mewujudkan Negara Indonesia menjadi salah satu negara terbesar keempat di dunia," klaim kader terbaik PKS yang pernah dua periode menjabat Wali Kota Padang serta sebelumnya satu periode duduk di legislatif Provinsi Sumbar tersebut.

Untuk itu, Mahyeldi meminta Megawati, Ketua DPP PDIP Puan Maharani, serta para elite politik lainnya untuk dapat mendorong dan mendukung Sumbar agar kembali seperti sedia kala, yakni memiliki tokoh-tokoh hebat.

"Mohon dukungan kepada Bu Mega dan Mbak Puan, serta para pejabat pusat untuk membantu [Sumbar] agar dapat sebagaimana yang dulu lagi," pinta Mahyeldi, yang pada Pilkada Sumbar 2020 diusung oleh PKS dan PPP.

Selain itu, ia meminta dukungan dari pemerintah pusat, terutama dalam penanganan Covid-19.

"Untuk itu saya sudah mengundang Bu Mega dan Mbak Puan selaku ketua DPR RI untuk membicarakan hal-hal ini," lanjut Mahyeldi.

Cara lainnya, lanjut Mahyeldi, adalah dengan memperkuat peran pemimpin adat Tungku Tigo Sajarangan dan mengikutsertakannya ke dalam sistem pemerintahan daerah.

"Peran Tungku Tigo Sajarangan itu dimaksimalkan dan dikolaborasikan untuk mewujudkan Sumbar yang berjalan sebagaimana mestinya, kita perlu bentuk kepemimpinan yang didukung, didorong, dan dikolaborasikan," sebutnya.

Kuantitas vs Kualitas

Di tempat berbeda, Pengamat Sosial-Politik dari Universitas Andalas Afrizal membenarkan apa yang disampaikan oleh Megawati karena peta politik Indonesia sudah tidak sama lagi dengan era awal kemerdekaan.

"Jika ukurannya itu adalah orang-orang Sumbar yang menduduki posisi puncak elite politik Indonesia, ya memang berkurang. Tetapi tentu pernyataan itu tidak serta merta benar seutuhnya," tegas Afrizal.

Dulu, katanya, elite politik dipilih berdasarkan intelektualitas dan peran mereka dalam pendirian negara. Namun, hari ini peta politik Indonesia ditentukan oleh jumlah suara dukungan.

Politikus yang berasal dari daerah dengan jumlah penduduk yang lebih banyak akan memperoleh suara lebih banyak pula pada saat pemilihan umum presiden maupun pejabat politis lainnya.

"Alasan itulah yang membuat politisi dari Pulau jawa berpeluang lebih besar untuk menduduki posisi puncak, karena jumlah penduduk di Pulau Jawa jauh lebih banyak dibandingkan daerah lainnya. Namun jika dilihat pada level menengah," sebut Afrizal.

"Sumbar masih banyak menghasilkan tokoh-tokoh hebat di Indonesia, meskipun akan tetap berada pada tingkat menengah itu saja, sehingga hal ini tidak menggambarkan menurunnya kualitas sumber daya manusia," tambahnya.

Soal tudingan Sumbar tidak pancasilais, Afrizal mengatakan Megawati mengukur nilai Pancasila terlalu sederhana.

"Memang ada beberapa kelompok islam konservatif di Sumbar, namun beberapa kelompok itu tentu tidak dapat menginterpretasikan masyarakat Sumbar secara keseluruhan," jelas dia.

#cnnindonesia/red





 
Top