BANDAACEH -- Pemerintah Aceh melalui Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) mengaku tidak mampu mengambil tindakan untuk menutup lokasi sumur minyak tradisional yang beroperasi ilegal khususnya di Kecamatan Rantau Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Aceh.

Hal itu dikarenakan banyaknya warga yang telah menggantungkan kehidupannya dari aktivitas tersebut. Jika ditindak, maka menjadi permasalahan baru yang akan terjadi di masyarakat.

“Untuk kita sendiri dari Pemerintah Aceh, ini akan menjadi permasalahan sosial yang akan timbul jika tidak ada solusi terhadap penutupan ini. Karena sudah ribuan orang yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan penambangan minyak ini,” kata Deputi Dukungan Bisnis BPMA, Afrul Wahyuni, dalam konferensi pers virtual, Sabtu (12/3/2022).

Ditutup atau tidaknya sumur pengeboran minyak ilegal dikatakan Afrul, bergantung dari keputusan pemerintah pusat. Mengingat, lokasi yang dikelola oleh masyarakat di Kecamatan Peureulak, berada di wilayah kerja Pertamina EP Rantau dan pengawasan Jakarta.

Sehubungan dengan itu, kasus illegal drilling (sumur minyak ilegal) di Indonesia, bukan hanya terjadi di Aceh. Namun juga dikatakannya, juga terjadi, seperti di Jambi, Riau, Sumatra Selatan, dan sejumlah provinsi lainnya.

Ia menambahkan, untuk mengatasi permasalahan ini pemerintah pusat harus mencari solusi agar bisa menertibkan sumur minyak ilegal ke depannya. Sehingga tetap bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

“Yang kita harapkan adalah solusi regulasi-regulasi yang bisa diterapkan di sini, sehingga masyarakat bisa tetap mencari nafkah hidupnya, tanpa mengenyampingkan sisi keselamatan dan lingkungannya,” jelas Afrul.

Sebelumnya, sumur minyak tradisional yang dikelola masyarakat di Desa Mata Ie, Kecamatan Rantoe Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, terbakar, pada Jumat, 11 Maret 2022, pukul 22.30 WIB.

Tiga warga menjadi korban, yakni , Safrizal, 32, dan Juwardi, 33, warga Desa Blang Barom, Kecamatan Rantoe peureulak; Kemudian, Boy Risman, 31, warga Desa Peudawa.

#med/bin






 
Top