JAKARTA -- Hakim Agung Gazalba Saleh dijerat tiga dugaan tindak pidana korupsi terkait kasus dugaan suap jual beli perkara di Mahkamah Agung (MA).

Setelah disangka menerima suap 202.000 dollar Singapura atau setara Rp 2,2 miliar bersama staf, kepaniteraan dan pegawai negeri sipil (PNS) di MA, Gazalba diduga melakukan dua pidana korupsi lainnya.

Pada Selasa (21/3/2023) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan, Gazalba Saleh diduga menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Babak baru kasus rasuah di lembaga peradilan tertinggi ini dibuka ketika penyidikan kasus suapnya masih bergulir.

Tersangka ‘Gelombang Kedua’

Gazalba Saleh merupakan tersangka ‘gelombang kedua’ dalam kasus rasuah suap jual beli perkara di MA.

Perkara ini bermula ketika KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) terhadap sejumlah pihak terkait pengurusan kasasi perdata Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana pada Kamis (22/9/2022).

Pada gelombang pertama ini, KPK menetapkan 10 orang sebagai tersangka.

Mereka adalah Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Hakim Yustisial sekaligus panitera pengganti Elly Tri Pangestu, PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria dan Muhajir Habibie.

PNS di MA Nurmanto Akmal, Muhajir Habibie dan Albasri. Mereka ditetapkan sebagai tersangka suap.

Kemudan, debitur KSP Intidana, Heryanto Tanaka dan Ivan Dwi Kusuma Sujanto serta dua pengacaranya, Yosep Parera dan Eko Suparno sebagai tersangka pemberi suap.

Berawal dari OTT tersebut, KPK kemudian mendapati pihak Heryanto Tanaka juga diduga menyuap untuk kasasi perkara pidana.

Setelah mengantongi bukti permulaan yang cukup, KPK menetapkan Gazalba Saleh sebagai tersangka.

Kemudian, Hakim Yustisial sekaligus panitera pengganti MA, Prasetio Nugroho dan staf Gazalba Saleh, Redhy Novarisza juga ikut terseret.

Prasetio dan Redhy ditahan pada 28 November 2022. Sementara, Gazalba Saleh mulai mendekam di rumah tahanan (rutan) pada Pomdam Jaya Guntur pada 8 Desember 2022.

Kronologi suap ke Gazalba

Sebagaimana Sudrajad Dimyati, Gazalba Saleh juga ‘dibayar’ untuk mengkondisikan putusan.

Tanaka yang menyimpan uang puluhan miliar di KSP Intidana dan kesulitan mencairkan simpanannya mempidanakan Ketua Pengurus KSP Intidana, Budiman Gandi Suparman.

Ia dilaporkan atas kasus dugaan pemalsuan akta. Perkara tersebut bergulir di Pengadilan Negeri Semarang. Namun, Budiman divonis bebas.

Dalam persidangan suap hakim agung, Pengacara Tanaka, Yosep Parera, menyebut bahwa persidangan Budiman di PN Semarang itu diintervensi pihak MA.

Ia mengaku mendapatkan informasi ini dari salah satu pimpinan PN Semarang bernama Heru. Ia menyebut ada dana sekitar Rp 1,5 miliar untuk menangguhkan penahanan Budiman.

“Heru menyampaikan bahwa betul, desas-desusnya sudah terima dana pertama Rp 600 (juta),” ujar Yosep.

Tidak terima Budiman bebas, Jaksa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Tanaka dan pengacaranya pun melakukan operasi di luar meja hijau.

Yosep menghubungi PNS pada Kepaniteraan MA, Desy Yustria. Ia meminta bantuan untuk mengkondisikan hakim.

Mereka bersepakat akan memberikan uang 202.000 dollar Singapura atau Rp 2,2 miliar.

Desy kemudian mengajak staf Kepaniteraan MA lainnya, Nurmanto Akmal.

Operasi berlanjut. Akmal menghubungi staf Gazalba bernama Redhy dan Prasetio yang juga menjadi asisten hakim agung tersebut.

Selama proses kasasi itu bergulir, mereka diduga telah menerima suap dari Yosep dan Eko. Sumbernya bersumber dari Tanaka.

“Keinginan Heryanto, Yosep dan Eko terkait pengondisian putusan kasasi terpenuhi,” ujar Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto.

Setelah Budiman divonis 5 tahun penjara, Eko menyerahkan uang 202.000 dollar Singapura secara tunai.

Dalam persidangan, Yosep mengungkapkan bahwa suap Hakim Agung Gazalba Saleh tidak hanya dilakukan melalui Desy.

Pengkondisian putusan juga dilakukan melalui jalur Sekretaris MA.

Yosep mengatakan, Tanaka mengenalkan dirinya kepada seseorang bernama Dadan Tri Yudianto yang diketahui sebagai Komisaris Wijaya Karya (Wika) Beton.

Dadan mendatangi kantor Yosep dan melakukan video call dengan Sekretaris MA, Hasbi Hasan. Singkatnya, ia menjembatani pengurusan perkara Tanaka dengan pejabat MA.

“Lobinya adalah melalui Dadan. Itu langsung dari klien saya, Dadan, dan Pak Hasbi,” ujar Yosep.

Biaya suap lobi-lobi lewat Sekretaris MA ini jauh lebih besar dari transaksi melalui Desy. Tanaka disebut mentransfer uang Rp 11,2 miliar kepada Dadan.

Gratifikasi dan TPPU

Selang beberapa bulan penyidikan, KPK mengendus Gazalba Saleh melakukan transaksi tak wajar.

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri menyebut penyidik memanggil perwakilan Direktur Kepatuhan PT Bank Syariah Indonesia Tbk.

Perusahaan itu mengutus staf bernama Pandu sebagai saksi pada Kamis (2/3/2023).

“Yang didalami dari keterangan saksi tersebut antara lain terkait dengan dugaan adanya transaksi perbankan tidak wajar dari tersangka Gazalba Saleh dan kawan-kawan,” ujar Ali dalam keterangannya, Minggu (5/3/2023).

Beberapa waktu kemudian, KPK menyatakan telah menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Gazalba Saleh sebagai tersangka gratifikasi dan TPPU.

Ia diduga menyamarkan, menyembunyikan dan membelanjakan uang dari kasus rasuah menjadi aset bernilai ekonomis.

Ia pun dijerat Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal TPPU.

Kendati demikian, KPK belum detail kronologi pidana gratifikasi dan TPPU Gazalba Saleh.

Ali hanya mengatakan bahwa pasal TPPU diterapkan untuk merampas uang dan harta hasil korupsi.

“Tujuannya untuk mengoptimalkan asset recovery hasil korupsi yang dinikmati pelaku,” tutur Ali.

#tpc/bin



 
Top