PEKANBARU -- Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau menetapkan seorang debitur dari bank Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) cabang Pekanbaru sebagai tersangka kasus kredit fiktif senilai Rp 7,2 miliar.

Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Riau Kombes Sunarto menyampaikan, tersangka itu berinisial AB (46).

Sunarto menjelaskan, AB terjerat kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemberian Kredit Modal Kerja Konstruksi (KMKK) oleh pihak bank kepada debitur dari grup perusahaan, yang menggunakan surat kontrak atau Surat Perintah Kerja (SPK) tidak sah atau fiktif.

Hal itu sesuai Laporan Polisi (LP) dengan Nomor: LP/A/498/XII/2021/SPKT/RIAU, tertanggal 9 Desember 2021, yang kemudian diterbitkan Surat Perintah Penyidikan oleh Ditreskrimsus Polda Riau pada 13 Des 2021.

"Selanjutnya penyidik telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), dan juga diterbitkan Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka (SPPT) pada 4 April 2022 yang lalu," kata Sunarto kepada awak media melalui keterangan tertulis, Rabu (20/4/2022).

Ia menyebut, rentang waktu kejadian itu lebih kurang selama setahun, yaitu antara tanggal 18 Februari 2015 sampai dengan 18 Februari 2016.

Tersangka AB sendiri selaku pihak wiraswasta yang mengelola CV PGR, CV PB, CV HK dan CV PW.

Pada 18-23 Februari 2015, AB mengajukan permohonan kepada pihak bank untuk mendapatkan fasilitas KMKK di salah satu bank BUMD cabang Pekanbaru.

Dalam melakukan pencairan kredit tersebut, CV PB dan CV PGR diduga menggunakan SPK fiktif atas kegiatan pekerjaan yang dilaksanakan di Kantor DPRD Provinsi Riau dan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Kuantan Singgingi (Kuansing), Riau.

Pencairan KMKK tersebut masuk ke rekening giro CV PB dan CV PGR.

"Karena menggunakan SPK tidak sah atau fiktif, mengakibatkan kredit macet CV PGR dan CV PB di bank BUMD cabang Pekanbaru (tidak ada sumber pengembalian dana)," kata Sunarto.

Selain menetapkan seorang debitur jadi tersangka, kata Sunarto, penyidik juga memeriksa saksi sebanyak 25 orang.

Di antaranya, 15 saksi dari pihak bank BUMD, empat orang saksi dari kontraktor sah, tiga saksi dari pihak Sekretaris Dewan, satu saksi dari Disdik Kuansing, lima saksi dari pihak yang melalukan penarikan atau pencairan cek, serta saksi ahli sebanyak tiga orang.

Sedangkan jumlah kerugian dari perkara tersebut, berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara, sebesar Rp 7,2 miliar.

Penyidik kepolisian menyita sejumlah barang bukti, di antaranya, satu bundel fotokopi dokumen yang dilegalisir sesuai aslinya pengajuan fasilitas KMKK Standby Loan sebesar Rp 3,8 miliar dari CV PGR beserta lampiran akta perusahaan CV PGR.

Berikutnya, satu bundel fotokopi dokumen yang dilegalisir sesuai aslinya pengajuan fasilitas KMKK Standby Loan sebesar Rp 3 miliar dari CV PB beserta akta perusahaan CV PB, 16 SPK fiktif yang digunakan untuk pengajuan fasilitas KMKK Standby Loan ke bank BUMD cabang Pekanbaru.

"Modusnya menjadi jelas, yakni mendapatkan fasilitas Kredit Modal Kerja Kontruksi menggunakan Surat Perintah Kerja fiktif. Sehingga, dana yang seharusnya menjadi sumber pengembalian kepada pihak bank tersebut tidak ada," ungkap Sunarto.

Ia menambahkan, tersangka AB dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.

"Ancaman hukumannya maksimal seumur hidup dan minimal 4 tahun penjara dan dengan paling banyak Rp 1 miliar dan paling sedikit Rp 200 juta," tutup Sunarto.

#kpc/ayi




 
Top