JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi NasDem Saan Mustopa menanggapi Juru Bicara Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi, yang menyebut big data soal penundaan pemilu milik internal. Saan mendorong Luhut membuka data tersebut dibuka lantaran sudah disampaikan ke ruang publik.

"Soal big data, ya, tentu yang pertama karena sudah diungkap ke publik dan sudah dijadikan sebagai argumentasi untuk melakukan wacana terkait penundaan pemilu atau 3 periode, ya. Tentu harus dibuka ke publik," kata Saan Mustopa kepada wartawan, Selasa (5/4/2022).

"Jadi nggak bisa, misalnya, itu istilahnya, dirahasiakan. Karena itu sudah masuk ke ruang publik," imbuhnya.

Lebih lanjut, dia berkomentar soal Luhut yang mengumpulkan data penundaan pemilu dengan jabatan politik sebagai Menko Marves. Dia menilai urusan data terkait pemilu sebaiknya dilakukan oleh Menko Polhukam Mahfud Md.

"Ya, sebaiknya untuk big data terkait pemilu ya lebih bagus memang kalau diberikan pada Menko Polhukam. Karena itu domainnya," katanya.

Dia menduga Luhut punya kepentingan di balik pengolahan big data penundaan pemilu tersebut. Misalnya, kata dia, terkait kepentingan investasi.

"Mungkin Pak Luhut punya kepentingan lain. Bukan hanya untuk kepentingan pemilu tapi juga ada terkait dengan investasi, dan lain sebagainya. Karena kan itu terkait juga," lanjutnya.

Sebelumnya, Juru Bicara Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi merespons Indonesia Corruption Watch (ICW) soal permintaan membuka big data 'penundaan pemilu 2024.' Menurutnya, data tersebut bukan data pemerintah, tapi data internal Luhut.

"Itu kan bukan data pemerintah. Internal Pak Luhut kok yang olah data tersebut," kata Jodi saat dihubungi, Minggu (3/4/2022).

Menurut Jodi, Luhut memiliki hak untuk membuka atau tidak data tersebut. Sebab big data tersebut katanya, tidak menggunakan anggaran pemerintah.

"Nggak pakai anggaran atau resources pemerintah. Terserah pihak Pak Luhut lah mau buka atau nggak," ujarnya.

#dtc/bin






 
Top