JAKARTA  -- Mahkamah Agung (MA) menyunat hukuman terpidana korupsi drg. Maya Laksmini. Eks pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) itu terbukti korupsi terkait diklat fiktif yang digelar pada 2006.

Kasus bermula saat Maya menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) Departemen Kesehatan tahun anggaran 2006 untuk kegiatan Diklat Sertifikasi Pengadaan Barang dan Jasa pada Juli sampai Agustus 2006.

Diklat Sertifikasi di Surabaya digelar di Hotel Hyaat yang diikuti oleh pejabat eselon III dan IV, PPK, Bendahara, Panitia Pengadaan Barang dan Jasa, serta direktur rumah sakit dan dinas kesehatan se-Indonesia.

Berdasarkan DIPA TA 2006, kegiatan diklat akan dilaksanakan untuk lima angkatan dan dianggarkan sebesar Rp 1.289.960.000. Tiap-tiap angkatan diikuti oleh 100 orang peserta.Anggaran kemudian direvisi menjadi Rp 2.562.750.000. Ada juga dana penyelenggaraan pemeriksaan dan pengawasan yang semula Rp 18.900.550.000 menjadi Rp 14.218.050.000.

Namun, dalam pelaksanaannya, kegiatan tersebut tidak dilakukan sesuai dengan jadwal kegiatan selama sembilan hari, tetapi dikurangi menjadi lima hari dan uang hasil pengurangan kegiatan pelatihan tersebut digunakan untuk kegiatan di luar kedinasan yang tidak dianggarkan dalam DIPA Itjen Depkes.

Temuan itu kemudian ditindaklanjuti dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 1.185.485.800. Kasus pun bergulir ke pengadilan dan Maya diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Pada 2 Juli 2012, PN Jakpus menjatuhkan hukuman 15 bulan penjara kepada Maya Laksmini. Hukuman Maya Laksmini kemudian dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta.

Di tingkat kasasi, hukuman Maya diperberat menjadi 4 tahun penjara pada 30 Juli 2015. Mengetahui hukumannya diperberat, Maya kabur. Kejaksaan baru bisa menangkapnya pada 2020 dan dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan.

Setelah masuk penjara, Maya mengajukan PK. Gayung bersambut. Majelis PK mengabulkan permohonan itu.

"Membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 918 K/Pid.Sus/2014 tanggal 30 Juli 2015 tersebut. Menjatuhkan pidana kepada terpidana drg Maya Laksmini oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan pidana denda sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan," kata jubir MA, hakim agung Andi Samsan Nganro, Rabu (13/7/2022).

Putusan PK itu diketok oleh ketua majelis Suhadi dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Eddy Army. 

Berikut ini penjelasan Andi Samsan Nganro yang juga Wakil Ketua MA bidang Yudisial mengapa majelis PK mengurangi hukuman Maya Laksmini:

Bahwa pertimbangan yuridis dan putusan judex juris merupakan pertimbangan yuridis yang jelas memperlihatkan adanya suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata karena sedemikian singkat dan tidak lengkap (onvoldoende gemotiveerd);

Bahwa berdasarkan fakta hukum yang relevan secara yuridis yang terungkap di muka sidang, yang juga telah dipertimbangkan judex juris bahwa Terpidana sebagai Kepala Bagian Umum pada Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan merangkap selaku PPK bersama-sama dengan drg. Hendro Harry Tjahjono selaku KPA dan Hasyim, S.Sos selaku Bendaharawan Pengeluaran telah melakukan perbuatan melawan hukum pada 5 (lima) Angkatan Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi Barang dan Jasa, yang dilaksanakan masing-masing 5 hari tetapi dipertanggungjawabkan selama 9 hari, tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana dimaksud Pasal 9 angka 5 Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Bahwa akibat perbuatan Terpidana bersama-sama dengan Drg. Hendro Harry Tjahjono dan Hasyim, S.Sos menimbulkan kerugian keuangan negara seluruhnya sebesar Rp1.883.971.410,00, sesuai Laporan Hasil Audit Investigasi Penggunaan Dana APBN Pada Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan RI Tahun Anggaran 2005-2006 dan BPKP No SR-9891K1D612007 tanggal 31 Agustus 2007 dan di antaranya akibat perbuatan Terpidana sendiri menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 471.277.360,00.

Bahwa semua kerugian keuangan negara sebesar Rp1.883.971.410,00 tersebut telah dibayar lunas dan dikembalikan seluruhnya oleh Terpidana dan para saksi yang menerima kelebihan dana sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan BPKP No R-535/D1601/112007 tanggal 3 Juli 2007.

Bahwa oleh karena pengertian melawan hukum secara luas merupakan suatu norma keadilan dengan ukuran yang tidak jelas dan tidak pasti, sehingga bertentangan dengan perlindungan Hak Asasi Manusia dan jaminan kepastian hukum yang adil sebagaimana dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat oleh putusan MK RI No. 003/PUU-IV/2006 tanggal 25 Juni 2006. Maka yang dimaksud dengan pengertian melawan hukum dalam perkara a quo adalah sebagaimana dimaksud Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, yaitu perbuatan melawan hukum yang dilakukan Terdakwa dalam bentuk penyalahgunaan kewenangan, kesempatan dan atau sarana yang dilakukan dalam jabatannya atau kedudukan selaku Kepala Bagian Umum pada Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan merangkap selaku PPK pada Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi Barang dan Jasa Tahun Anggaran 2005-2006;

Bahwa oleh karena itu perbuatan materiil Terdakwa sedemikian rupa itu hanya memenuhi semua unsur tindak pidana Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, yaitu "Turut serta atau bersama-sama melakukan perbuatan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya" pada Dakwaan Alternatif Kedua.

Bahwa kekhilafan atau kekeliruan yang nyata lainnya yang terungkap dalam putusan judex juris karena hal-hal yang relevan secara yuridis tidak dipertimbangkan dengan benar, terutama berkaitan dengan putusan lain yang saling berkaitan dengan perkara Terpidana, yaitu perkara Terdakwa Drg. Hendro Harry Tjahyono (selaku KPA), diputus dengan pidana penjara 2 tahun dan denda Rp.50.000.000,00 subsider 3 bulan kurungan serta Terdakwa Hasyim, S.Sos. (selaku Bendahara), diputus dengan pidana penjara 1 tahun dan 4 bulan dan denda Rp.50.000.000,00 subsider 1 bulan kurungan. Hal ini menunjukkan disparitas penjatuhan pidana terhadap perkara yang saling berkaitan satu sama lain.

#asp/dtc




 
Top