PEKANBARU -- Penyidikan dugaan kredit fiktif di Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Pekanbaru ke PT Riau Barito Jaya (BRJ) yang telah diusut sejak 2013 lalu dan merugikan keuangan negara sekitar Rp37 miliar hingga kini masih berlanjut.

Berdasarkan penyidikan, notaris BNI saat itu yaitu Dewi Farni Djafar menyandang status tersangka sejak beberapa tahun yang lalu. Perkara tersebut diusut oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau dan diketahui telah dinyatakan lengkap atau P-21.

"Benar, sudah P-21. Kita segera tahap II," sebut Direktur Reskrimsus Polda Riau Kombes Pol Ferry Irawan, Selasa (27/9/2022).

Di lain tempat, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejaksaan Tinggi Riau Bambang Heripurwanto menyebutkan perkara dengan tersangka Dewi Farni Djafar telah dinyatakan P-21 sejak 18 Agustus 2022. Hal itu berdasarkan hasil penelitian berkas perkara yang dilakukan Jaksa Peneliti Kejati Riau.

Dengan lengkapnya berkas perkara tersebut, tahapan berikutnya adalah proses tahap II. Rencananya pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan akan dijadwalkan digelar pekan depan.

 "Kemungkinan awal Oktober," pungkasnya.

Diketahui, Dewi Farni Djafar adalah notaris yang mengeluarkan cover note agunan dari PT BRJ pada tahun 2007 dan 2008. Atas perbuatannya, ia dijerat Pasal 2 dan atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam kasus yang merugikan negara sekitar Rp37 miliar ini, enam tersangka diketahui telah divonis bersalah. Di antaranya, Esron Natitupulu sebagai Direktur Utama PT BRJ, tiga pegawai BNI Atok Yudianto, ABC Manurung, dan Dedi Syahputra.

Kasus ini juga menjerat dua mantan pimpinan wilayah BNI Wilayah 02, yaitu Mulyawarman dan Ahmad Fauzi. Kredit ini diajukan secara bertahap, yaitu tahun 2007 Rp17 miliar dan tahun 2008 sebesar Rp23 miliar.

Kasus ini bermula sewaktu Direktur PT BRJ, Esron Napitupulu, mengajukan kredit Rp40 miliar ke BNI 46 Cabang Pekanbaru. Sebagai agunan, Esron melampirkan beberapa surat tanah di Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kuantan Singingi. 

Tanpa tinjauan di lapangan, pegawai BNI bernama Atok, Dedi Syahputra dan AB Manurung menyetujui kredit. Hasil penyelidikan, sebagian tanah yang diagunkan bahkan tidak ada.

Dalam pengembangan kasus ini terungkap, kredit yang diajukan Esron bukan untuk perkebunan sawit. Uang itu digunakannya membangun klinik kecantikan, membeli beberapa rumah dan toko serta hektare tanah di daerah Riau.

#ant/bin




 
Top