JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menilai status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tidak menjamin integritas suatu lembaga.

Dalam cuitan di akun Twitter pribadinya, Mahfud menjelaskan status WTP tidak menjamin sebuah lembaga bebas dari korupsi hanya dengan menilai kesesuaian antara transaksi dan buku laporan keuangan.

"WTP tak jamin tak ada korupsi. Sebab WTP hanya menilai kesesuaian antara transaksi dan buku LK [laporan keuangan]," tulis Mahfud seperti dikutip pada Sabtu (24/9/2022).

Hal tersebut, lanjut Mahfud, dapat dibuktikan dengan dua hakim Mahkamah Konstitusi (MK) kini berstatus tersangka korupsi. Padahal, lembaga tersebut 14 kali menerima status WTP.

Selain MK, Mahfud juga menyebut institusi lain seperti Mahkamah Agung (MA), kementerian/lembaga (K/L), pemerintah daerah (Pemda), serta DPR RI/DPRD, yang masih tidak bisa lepas dari jerat kasus korupsi meski sudah mendapatkan status WTP.

"Kemarin ada OTT [operasi tangkap tangan] di MA dan bupati divonis karena suap untuk dapat WTP," kata Mahfud.

Adapun, cuitan Mahfud tersebut menjadi tanggapan terhadap komentar salah satu warganet yang mengomentari video terkait dana otonomi khusus (otsus) Papua yang sangat besar tetapi dikorupsi oleh pejabatnya.

"Kok bisa dapat WTP?" cuit warganet tersebut.

Sebagaimana diketahui, Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) diberikan oleh lembaga pemerintah, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai opini tertinggi terhadap laporan keuangan suatu institusi.

FITRA: Opini WTP Sarat Celah Korupsi dan Kongkalikong

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) beranggapan bahwa selama ini proses audit keuangan daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan bukan tanpa celah. Padahal, ujung dari proses audit ini, banyak kepala daerah berlomba-lomba untuk mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK.

Sekretaris Jenderal FITRA, Misbah Hasan, menuturkan bahwa proses audit oleh BPK tidak atas seluruh pos anggaran di dalam APBD.

"BPK itu hanya uji petik terhadap program-program kegiatan pemda dengan anggaran yang mungkin signifikan. Itu yang kemudian diperiksa, jadi tidak seluruh program kegiatan diperiksa secara total," kata Misbah dikutip dari Kompas.com, Kamis (28/4/2022).

"Ini menjadi ruang adanya potensi penyimpangan anggaran pada mata anggaran yang tidak diperiksa BPK," tambahnya. Di sisi lain, idealnya, BPK memiliki kedaulatan untuk menentukan pos anggaran yang mana saja yang hendak diaudit.

Biasanya, BPK dapat menemukan dugaan awal terhadap anggaran yang dinilai memiliki potensi penyimpangan dan pemborosan tinggi. Akan tetapi, harapan ideal ini kadangkala terbentur integritas para pejabat, baik pejabat daerah maupun pejabat di lingkungan BPK itu sendiri.

Penentuan pos anggaran untuk diaudit ini pada gilirannya juga berpeluang menjadi celah untuk transaksi di balik meja. Baca juga: Bupati Bogor Ade Yasin Diduga Perintahkan Anak Buah Suap Auditor BPK demi Predikat WTP Dengan transaksi semacam ini, pejabat daerah bisa menentukan bahwa pos anggaran yang akan diaudit merupakan anggaran yang dipastikan "aman", sedangkan pos anggaran yang boros dan menyimpang tidak diaudit.

"Itu kan yang kemudian menjadi ruang transaksional antara pemda dengan BPK, untuk menentukan mana yang diperiksa agar relatif lebih aman, atau untuk mendapatkan opini WTP kemudian memberikan uang/suap terhadap pegawai BPK," kata Misbah. "Itu bisa jadi poin transaksi, yang diperiksa ini, ini, saja. Kemungkinan itu bisa juga terjadi," lanjutnya.

Untuk menutup celah ini, Misbah menyebutkan bahwa sedikitnya ada 2 cara yang bisa ditempuh. Pertama, memperkuat integritas pejabat BPK. Kedua, memaksimalkan wewenang penyadapan yang dipunyai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) "Sehingga, ruang-ruang transaksi ini bisa langsung dilacak dan dilakukan OTT," ujarnya.

Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Bogor Ade Yasin sebagai tersangka suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021.

Menurut KPK, Ade menyuap jajaran pemeriksa BPK Perwakilan Jawa Barat untuk melakukan audit pemeriksaan interim (pendahuluan) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) TA 2021 Pemkab Bogor.

Hal ini dilakukan dengan tujuan laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor bisa meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). KPK menyebut, uang suap itu diberikan Ade melalui anak buahnya selaku Kasubid Kas Daerah BPKAD Bogor Ihsan Ayatullah dan Sekdis PUPR Bogor Maulana Adam.

#bsc/kpc





 
Top