JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipidkor) Bareskrim Polri telah menetapkan dua pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Putu Indra Wijaya dan Bunaya Priambudi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bantuan gerobak bagi UMKM Kemendag periode 2018-2019.

Dirtipidkor Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo menjelaskan bahwa Putu Indra terlibat dalam kasus di tahun anggaran 2018, dan Bunaya di tahun 2019. Keduanya sama-sama melakukan pengadaan gerobak secara fiktif.

"Untuk yang tersangka pertama itu di tahun 2018 adalah saudara PIW (Putu Indra Wijaya), jadi selaku PPK di tahun anggaran 2018," kata Cahyono dalam konferensi pers, Rabu (7/9/2022).

Putu Indra sendiri merupakan Kabag Keuangan Sesditjen PDN Kemendag, dan Bunaya selaku Kasubag TU DJPDN Kemendag.

Selanjutnya, Cahyono mengatakan bahwa Putu Indra hanya mengerjakan 2.500 unit gerobak dari 7.200 unit sesuai di kontrak. Selain itu, Putu juga disebut menerima suap atas pekerjaan ini.

Lalu, Bunaya pada proyek di tahun 2019 hanya mengerjakan 3.111 unit gerobak dari total 3.570 unit gerobak berdasarkan kontrak. Selain itu, Bunaya disebut menerima suap.

"Kemudian gerobaknya sama ini, fiktif. Yaitu merekatnya sebesar 3.570 yang dikerjakan hanya 3.111," katanya.

Sebelumnya, Bareskrim Polri mengusut kasus dugaan korupsi proyek pengadaan bantuan gerobak bagi UMKM Kementerian Perdagangan (Kemendag) periode 2018-2019. Rencananya, gerobak itu disalurkan gratis oleh pemerintah untuk pelaku usaha.

"(Kasus) ini diawali dengan adanya pengaduan masyarakat. Masyarakat yang seharusnya mendapatkan haknya tapi karena tidak mendapatkan haknya sehingga memberikan laporan pengaduan masyarakat kepada kita," kata Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Brigjen Cahyono Wibowo dalam konferensi pers di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (8/6/2022) lalu.

Cahyono menjelaskan, ada 10.700 gerobak yang rencananya dibagikan pemerintah pada tahun anggaran 2018. Sebanyak 7.200 gerobak rencananya dibagikan dalam pengadaan kloter pertama dengan harga satuan gerobaknya Rp 7 juta. Jadi total anggarannya sebesar Rp 49 miliar. Kemudian, pada 2019, ada 3.570 unit gerobak dengan anggaran satuannya sekitar Rp 8,6 juta.

"Jadi totalnya ini sebanyak dua tahun anggaran sekitar Rp 76 miliar," ucapnya.

Dia menyebut ada upaya sengaja dalam penggelembungan dana yang bersifat fiktif. Bahkan Cahyono menduga gerobak tersebut tidak pernah disalurkan kepada warga yang berhak menerimanya itu.

"Nilainya digelembungkan dan fiktif. Penerima fiktif, bahkan penerimanya tidak sampai," ujarnya.

#dtc/bin




 
Top