Oleh: Muhammad Bhakti Setiawan #
ALLAH SWT berfirman dalam Al-Qur’an terkait dengan ciri munafik ini: “Dan apabila dikatakan kepada mereka, ‘Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,’ mereka menjawab, ‘Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan.'” (QS. Al-Baqarah [2]: 11).
Ayat ini menjelaskan karakteristik orang-orang munafik yang mengaku sebagai pembawa perbaikan, tetapi sebenarnya mereka justru melakukan kerusakan. Mereka membolak-balikkan kebenaran, menyamarkan kebatilan dengan klaim yang seolah-olah benar dan berusaha memanipulasi pandangan orang lain agar percaya bahwa tindakan mereka adalah untuk kebaikan.
Memahami Makna Ayat dan Kaitannya dengan Situasi Terkini
Dalam tafsirnya, para ulama menjelaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan orang-orang munafik yang berpura-pura melakukan perbaikan di masyarakat, tetapi sebenarnya mereka justru merusak. Mereka bersekutu dengan musuh-musuh Islam, memperdaya kaum mukminin dan merusak tatanan sosial dengan cara-cara yang tidak terlihat langsung.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa tindakan ini adalah bentuk dari “membalikkan hakikat.” Artinya, mereka melakukan kerusakan namun berusaha untuk meyakinkan orang bahwa mereka adalah pembawa kebaikan. Ini adalah bentuk kemunafikan yang sangat berbahaya karena mereka menipu masyarakat dengan wajah dan tindakan yang seolah-olah baik, tetapi niat dan tujuan mereka adalah untuk kepentingan dan keuntungan bagi diri pribadi dan kelompok tertentu.
Fenomena ini sangat relevan dengan kondisi politik yang kita saksikan saat ini. Banyak politisi yang berjanji untuk melakukan perbaikan demi kesejahteraan rakyat, namun kenyataannya, mereka hanya memperjuangkan kepentingan pribadi atau kelompok mereka. Visi dan misi yang dicanangkan sering kali hanya sebagai alat untuk meraih kekuasaan, tanpa benar-benar peduli pada kesejahteraan rakyat.
Kita bisa melihat bagaimana hukum diakali, undang-undang diubah sesuai keinginan mereka yang berkuasa, dan rakyat hanya dijadikan alat untuk memenuhi ambisi mereka. Korupsi hingga kemaksiatan merajalela, dan mereka yang seharusnya menjadi pelindung rakyat malah memeras sumber daya negara untuk kepentingan pribadi. Kemaksiatan dipoles dengan simbol-simbol relijius, syariah dan sejenisnya. Ini adalah bentuk nyata dari kerusakan yang disamarkan sebagai perbaikan.
Ayat ini mengajarkan kepada kita beberapa hal penting:
Pertama, Perbaikan Sejati Berlandaskan Iman: Perbaikan yang sesungguhnya harus berlandaskan pada iman kepada Allah SWT dan ketaatan kepada-Nya serta Rasul-Nya ï·º. Tanpa landasan ini, segala bentuk perbaikan hanya akan menjadi kerusakan yang disamarkan.
Kedua, Jangan Tertipu dengan Klaim: Tidak semua yang mengklaim melakukan perbaikan bisa dipercaya. Allah SWT telah menegaskan bahwa mereka yang mengaku sebagai pembawa perbaikan bisa jadi adalah pelaku kerusakan yang sebenarnya.
Ketiga, Kritik Diri Sendiri: Setiap Muslim harus selalu mengkritik diri sendiri dan memperhatikan apakah tindakan kita benar-benar mendatangkan perbaikan atau justru merusak.
Keempat, Waspada terhadap Penyimpangan: Kita harus waspada terhadap mereka yang menutupi kebatilan dengan klaim perbaikan. Sebagaimana Allah SWT menyatakan, tidak semua yang terlihat baik itu benar-benar baik. Terkadang, keburukan dihiasi sehingga tampak seperti kebaikan.
Ciri munafik yang suka merusak dengan citra perbaikan adalah sebuah fenomena yang sangat berbahaya. Ini tidak hanya terjadi pada masa Nabi ï·º, tetapi juga sangat relevan dalam konteks zaman sekarang, baik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan maupun di ranah politik.
Umat Islam harus cerdas dalam menilai situasi dan tidak mudah tertipu oleh klaim-klaim yang tidak berdasar.
Dengan iman yang kuat dan pengetahuan yang benar, kita dapat membedakan antara perbaikan yang hakiki dan kerusakan yang terselubung.
Wallahualam bissawab
#penulis adalah jurnalis, pemerhati sosial, politik dan kemasyarakatan