PEKANBARU -- PT Perkebunan Nusantara V dilaporkan ke Kejati Riau terkait dugaan penyelewengan pembangunan kebun sawit dengan pola Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) di Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M). Kejati Riau yang mengusut kasus ini menyatakan dugaan ini tidak terbukti.

Terpaan terhadap PTPN V tidak kali ini saja karena beberapa kali dilaporkan ke penegak hukum. Namun, selalu saja kasusnya tidak dilanjutkan karena aparat tidak menemukan perbuatan melawan hukum.

Menurut peneliti sosial di Riau, M Kojin, isu yang diembuskan dan menyudutkan PTPN V merupakan upaya menutup dugaan korupsi koperasi di Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar itu.

Kojin menyebut ada dugaan penggunaan anggaran koperasi tidak transparan, seperti pembelian unit alat berat, pupuk, hingga hasil panen tandan buah segar. Dugaan itu semakin kuat ketika ketua Kopsa-M menolak campur tangan PTPN V sebagai avalis dalam kontrol produksi kebun.

"Masyarakat diberi hasil panen hanya beberapa rupiah, sementara oknum hidup dalam kemewahan, kemudian membayar pengacara, menyuruh orang-orang untuk melakukan dugaan intimidasi ke anggota," jelas Kojin, Jumat siang, 25 Juni 2021.

Terlepas dari permasalahan internal di Kopsa-M, Kojin berharap PTPN V kembali membantu anggota koperasi yang tidak bermasalah menjadi pengurus. PTPN V juga diharap mengurus perkebunan karena masuknya orang luar membuat koperasi makin hancur.

Pria yang juga peneliti gerakan Kaukus Global Transparansi itu menyarankan PTPN V sebagai BUMN melaporkan Kopsa-M atas dugaan korupsi uang petani. Dia pun berharap Kejati Riau mengusut tuntas permasalahan di internal koperasi karena kredit menggunakan uang negara.

"Ada oknum yang menyalahgunakan dana masyarakat," tegas Kojin.

Di sisi lain, anggota Kopsa-M di Desa Pangkalan Baru, sudah melakukan audit internal khusus anggaran pembangunan kebun. Hasilnya ditemukan berbagai penyimpangan oleh pengurus dan petinggi koperasi berinisial AM.

Hasil audit pada 22 Juni 2021 ini disampaikan anggota Kopsa-M, M Rizal. Dia menyebut kondisi kebun yang dibangun tidak sama seperti yang disampaikan ke anggota.

"Yang dibersihkan hanya semak di pinggir jalan dan merawat beberapa pokok saja dari pinggir jalan," kata Rizal.

Rizal menerangkan, sejumlah areal tumbuh semak dan tidak dibersihkan meskipun di dalamnya ada sawit berbuah. Hal serupa juga terjadi pada pelepah yang tidak disusun rapi dan tidak ada penunasan.

"Brondolan tidak dikutip, kadang hingga buah tidak diangkut dan dibiarkan berserakan di lapangan," kata Rizal.

Rizal menyebut jam kerja, manager, mandor dan pekerja kebun tidak teratur. Padahal gaji manager dan mandor dari hasil kebun milik petani. Berikutnya ada ada pemotongan upah pekerja oleh juru bayar sehingga tidak sesuai dengan daftar permintaan uang bulanan.

Rizal menambahkan, koperasi merugi karena penyusutan buah. Jarak waktu antara panen dengan melansir dan angkut ke pabrik sampai 11 jam.

"Kelemahan tata kelola sistem panen ini membuat celah pencurian buah dan dugaan oknum menjual hasil panen keluar atau pihak ketiga," terang Rizal.

Rizal menyebut memegang sejumlah bukti. Hal ini bakal dicocokkan dengan hasil audit internal untuk selanjutnya dibawa ke kantor akuntan publik independen.

Libatkan Pemerintah Desa

Selain itu, Rizal mengaku telah menggelar rapat dengan pemerintah desa setempat pada 17 Juni 2021 untuk menyelesaikan permasalahan di koperasi. Rapat ini dibenarkan okeh Kepala Desa Pangkalan Baru, Yusri Erwin.

"Rapat terlaksana atas desakan anggota Kopsa-M, sebelum rapat kami meninjau kondisi kebun dulu," ucap Yusri.

Yusri menyebut ada beberapa poin yang disampaikan petani atau anggota Kopsa-M itu. Di antaranya meminta desa menfasilitasi dilakukannya Rapat Anggota Luar Biasa (RALB) lantaran sudah dua tahun tidak dilakukan.

"Petani juga menuntut audit internal seluruh keuangan Kopsa-M yang akan di sajikan pada RALB tanggal 4 Juli 2021," kata Yusri.

Yusri mengatakan, petani menolak kepengurusan saat ini karena ada sejumlah penyimpangan. Pasalnya, pimpinan koperasi saat ini bukan petani asli tapi hanya pembeli lahan.

Penelusuran Kejati

Sebelumnya, permasalahan kebun Kopsa-M ini membuat jaksa penyelidik Pidana Khusus Kejati Riau turun ke lokasi. Bukan mengecek kebun tapi terkait laporan LSM Indonesia Law Enforcement Monitoring (Inlaning).

Inlaning menuding PTPN V menyelewengkan anggaran pembangunan kebun sawit di Kopsa-M. Termasuk pengalihan agunan secara tidak prosedural sehingga muncul kerugian negara.

Setelah penelusuran di koperasi itu, jaksa menyatakan tidak ada perbuatan melawan hukum dalam kredit. Jaksa juga menyatakan tidak ada potensi kerugian negara.

"Justru dari penelusuran jaksa didapati bahwa PTPN V yang harus menanggung beban kredit akibat Kopsa-M karena tidak menunaikan kewajibannya membayar cicilan," kata Asisten Intelijen Kejati Riau Raharjo Budi Kisnanto.

Raharjo menyebut koperasi itu menunggak cicilan. PTPN V kemudian menalangi agar kebun masyarakat di lokasi tidak disita oleh pihak bank.

"Jadi unsur kerugian negara tidak terpenuhi," tegas Raharjo.

Sebelumnya Inlaning menuding PTPN V telah merugikan negara sebesar Rp100 miliar. Jumlah itu berasal dari penyalahgunaan keuangan kredit KKPA sebesar Rp54 miliar pada Bank BRI Agro Pekanbaru dan penggelembungan pembangunan kebun.

#liputan6





 
Top