DENPASAR -- Rektor non-aktif Universitas Udayana Bali, I Nyoman Gde Antara, divonis bebas dalam kasus korupsi dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) mahasiswa baru jalur mandiri tahun akademik 2018 hingga 2022.
Putusan tersebut disampaikan majelis hakim diketuai Agus Akhyudi dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Kamis (22/2/2024).
Dalam putusannya, majelis hakim tidak memperoleh keyakinan dari bukti yang diajukan jaksa dalam seluruh dakwaannya.
"Menyatakan tidak terbukti secara sah dan mengikat bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primair, dakwaan subsidair kesatu, dakwaan kedua, dan dakwaan ketiga," kata Agus saat membacakan amar putusannya.
Adapun, pasal dalam dakwaan jaksa yakni Pasal 2 ayat (1), Pasal 12 e, Pasal 3 dan Pasal 9 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b a dan b UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selanjutnya, Agus meminta jaksa untuk segera membebaskan terdakwa dari tahanan dan memulihkan nama baiknya.
"Memerintahkan terdakwa I Nyoman Gde Antara dibebaskan dari tahanan setelah putusan ini dibacakan. Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya," kata dia.
Putusan ini jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta majelis hakim agar terdakwa dijatuhkan pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 300.000.000 atau diganti 3 bulan kurungan.
Menanggapi putusan ini, jaksa I Nengah Astawa dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali langsung menyatakan akan mengajukan kasasi terkait vonis hakim tersebut.
Sedangkan, Gde Antara bersama tim penasehat hukumnya menyatakan menerima putusan tersebut.
"Kami menerima yang mulia, dengan senang hati," kata Hotman Paris Hutapea dalam persidangan.
Sebelumnya diberitakan, Gde Antara dituntut 6 tahun penjara karena terbukti melanggar 12 huruf e jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Menurut JPU I Nengah Astawa dkk, tuntutan tersebut berdasarkan pertimbangan atas sejumlah fakta yang terungkap selama sidang pembuktian.
Beberapa di antaranya yakni pungutan SPI yang dilakukan terdakwa tidak ditetapkan sebagai Tarif Layanan BLU Unud sebagaimana PMK 51/PMK.05/2015 dan PMK95/PMK.05/2022.
Melainkan, berdasarkan keputusan rektor Universitas Udayana. Bahkan, terdapat beberapa program studi yang tidak dikenakan SPI berdasarkan SK rektor namun tetap dikenakan pungutan SPI dalam website/sistem pendaftaran dipungut SPI.
#ant/bin