JAKARTA -- Rektor Universitas Pancasila (UP), ETH, diterpa isu tak sedap. Ia dilaporkan ke polisi atas tuduhan dugaan pelecehan seksual.
Tak hanya satu orang, melainkan ada dua orang yang melaporkannya ke polisi. Keduanya adalah karyawati di kampus UP.
Salah satu korban mengaku dilecehkan di ruang Rektor. Korban mengaku justru malah kena mutasi dan demosi usai melaporkan dugaan pelecehan Rektor ETH ke atasannya.
"Atas insiden itu, korban langsung keluar dari ruangan dan mengadu kepada atasannya. Namun, pada 20 Februari 2023, korban malah mendapatkan surat mutasi dan demosi," kata kuasa hukum korban, Amanda Manthovani, dalam keterangannya kepada awak media di Jakarta, Jumat (23/2/2024).
Rektor ETH sendiri membantah tuduhan dugaan pelecehan seksual tersebut. Ia menilai ada kejanggalan dari pelaporan yang dibuat di masa pemilihan rektor baru.
Saat ini polisi masih mendalami kedua laporan tersebut. Rektor ETH sendiri telah dipanggil untuk pemeriksaan sebagai saksi terlapor pada Senin (26/2/2024) kemarin, namun berhalangan hadir.
Dua Laporan Dugaan Pelecehan
Rektor UP berinisial ETH dilaporkan terkait dugaan pelecehan seksual. Polisi menerima dua laporan yang sama terkait dugaan pelecehan seksual yang dilayangkan terhadap rektor E tersebut.
"Ada dua laporan yang sama, mengenai dugaan pelecehan seksual juga," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menjawab konfirmasi awak media, Senin (26/2/2024).
Ade Ary merincikan, satu laporan atas nama pelapor inisial RZ. Laporan RZ soal dugaan pelecehan seksual ini dilayangkan pada 12 Januari 2024.
"Satu lagi limpahan dari Bareskrim Polri atas nama pelapor inisial DF. Laporannya tanggal 29 Januari," imbuhnya.
Ade Ary mengatakan saat ini pihaknya masih memproses kedua laporan tersebut.
"Dua-duanya masih dalam penyelidikan," tambahnya.
Rektor UP Absen Pemeriksaan
Sedianya, Rektor ETH diperiksa di Polda Metro Jaya, pada Senin (26/2/2024) kemarin. Namun, ia absen pemeriksaan.
"Pada hari ini klien kami Prof.ETH sedang berhalangan hadir dalam pemeriksaan di Subdit Renakta Polda Metro Jaya," kata kuasa hukum Rektor UP, Raden Nanda Setiawan, kepada awak media, Senin (26/2/2024).
Raden Nanda mengatakan ETH berhalangan hadir karena ada kegiatan lain. Pihaknya sendiri telah menerima surat panggilan pemeriksaan tersebut.
"Karena sudah ada jadwal sebelum surat undangan dari Polda diterima," katanya.
Pihak ETH meminta penyidik untuk menjadwal ulang pemeriksaan tersebut.
"Tim kami juga telah melakukan penyerahan surat permohonan penundaan pemeriksaan klien kami Prof.ETH," tuturnya.
Pemeriksaan Rektor UP Dijadwal Ulang 29 Februari
Rektor UP berinisial ETH meminta pemeriksaan terkait laporan dugaan pelecehan seksual ditunda. Polda Metro Jaya menjadwal ulang pemeriksaan pada Kamis (29/2/2024).
"Iya, (pemanggilan ulang), tanggal 29 Februari 2024," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary saat dikonfirmasi, Senin (26/2/2024).
Sedianya, pemeriksaan dilakukan pada hari ini. Namun, ETH berhalangan hadir karena sudah ada jadwal kegiatan lain.
"Alasan penundaannya karena di hari yang sama sudah terjadwal ada agenda atau kegiatan yang lain di kampus," kata Ade Ary.
Delapan Saksi Telah Diperiksa
Polda Metro Jaya masih mendalami laporan dugaan pelecehan terhadap terlapor Rektor Universitas Pancasila berinisial ETH. Sejauh ini polisi telah memeriksa delapan saksi.
"Di LP Saudari RZ sudah dilakukan pemeriksaan 8 saksi, termasuk korban," ujarnya.
Ade Ary menambahkan saat ini penyidik Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya masih melakukan penyelidikan terkait kedua laporan terhadap Rektor Universitas Pancasila tersebut.
"Penyelidik saat ini masih melakukan penyelidikan untuk mencari apakah peristiwa yang dilaporkan merupakan suatu peristiwa pidana atau bukan," imbuhnya.
Rektor UPB Prof. ETH Membantah
Rektor Universitas Pancasila buka suara soal laporan dugaan pelecehan yang ditujukan kepadanya. Rektor berinisial ET membantah tuduhan pelecehan tersebut.
"Berita tersebut kami pastikan didasarkan atas laporan yang tidak benar dan tidak pernah terjadi peristiwa yang dilaporkan tersebut," ujar kuasa hukum rektor, Raden Nanda Setiawan, dalam keterangannya kepada awak media, Sabtu (24/2/2024).
Raden menyampaikan setiap orang berhak untuk melapor. Namun, ia mengingatkan adanya konsekuensi hukum jika laporan tersebut fiktif.
"Namun, kembali lagi hak setiap orang bisa mengajukan laporan ke Kepolisian. Tapi, perlu kita ketahui laporan atas suatu peristiwa fiktif akan ada konsekuensi hukumnya," tuturnya.
Ia menilai laporan tersebut janggal. Terlebih pelaporan tersebut dilakukan di tengah pemilihan rektor baru.
"Terhadap isu hukum atas berita yang beredar tersebut kita harus menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocence), terlebih lagi isu pelecehan seksual yang terjadi 1 tahun lalu, terlalu janggal jika baru dilaporkan pada saat ini dalam proses pemilihan rektor baru," katanya.
Raden menyampaikan pihaknya menghormati proses hukum yang saat ini berjalan. Menurutnya, polisi bekerja secara profesional untuk membuktikan benar-tidaknya laporan tersebut.
"Saat ini kami sedang mengikuti proses atas laporan tersebut. Kita percayakan kepada pihak Kepolisian untuk memproses secara profesional," tuturnya.
#dtc/bin