JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kesal dana pemerintah daerah (Pemda) mengendap di bank. Nilainya mencapai sekitar Rp 200 triliun pada Mei 2022. Sementara pada posisi April tahun 2022, dana mengendap mencapai Rp 191,57 triliun. 

Lantas, daerah mana saja dengan nominal dana mengendap paling besar di bank?  

Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Agus Fatoni menuturkan, ada beberapa daerah dengan dana mengendap paling banyak. Daerah tersebut diklasifikasi berdasarkan provinsi, maupun kabupaten dan kota. 

Namun Agus menyebut, besaran dana Pemda yang "ngendon" di bank ini juga dipengaruhi oleh besarnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

"Kalau besarnya ditentukan oleh APBD, tapi juga ditentukan dengan besarnya pendapatan yang sudah masuk," kata Agus dalam Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi APBD di Jakarta, Senin (20/6/2022). 

Ada DKI, Aceh dan Jabar 

Dilihat berdasarkan provinsi, DKI Jakarta menempati urutan pertama dengan dana Rp 7,85 triliun pada April 2022. Diikuti oleh Provinsi Aceh Rp 6,53 triliun, Provinsi Jawa Barat Rp 6,50 triliun, Provinsi Jawa Timur Rp 5,96 triliun, dan Provinsi Papua Rp 4,68 triliun. 

"Karena ini adalah daerah-daerah dengan anggaran yang tinggi," ucap Agus. 

Kemudian berdasarkan kabupaten, dana yang mengendap terbesar yaitu Kabupaten Bojonegoro Rp 3,03 triliun, Kabupaten Bengkalis Rp 1,19 triliun, Kabupaten Kutai Timur Rp 1,128 triliun, Kabupaten Mimika Rp 1,12 triliun, dan Kabupaten Bekasi Rp 1,02 triliun.

 Sementara untuk kota, yang terbesar adalah Kota Cimahi Rp 1,64 triliun, Kota Medan Rp 1,40 triliun, Kota Malang Rp 1,25 triliun, Kota Makassar Rp 1,09 triliun, dan Kota Depok. Agus menjelaskan, dana yang tersimpan di bank tersebut adalah saldo simpanan yang didasarkan pada lokasi di mana bank itu berada.

"Artinya saldo simpanan Pemda di Bank pada suatu daerah bisa jadi tidak hanya dimiliki oleh pemda setempat, namun bisa kemungkinan Pemda lain yang buka rekening pada bank-bank daerah tersebut," jelas Agus. 

Lebih lanjut dia menyebut, uang pemda yang tersimpan di bank adalah uang yang telah memiliki peruntukan dalam APBD. Sebenarnya penggunaannya sudah jelas, bukan semata-mata untuk disimpan. Tetapi peruntukannya sudah jelas namun belum dipergunakan. Oleh karena itu, diharapkan Pemda dapat segera melaksanakan pengeluaran," harap Agus.

Minggu lalu, Sri Mulyani menampakkan kekesalannya kepada Pemda lantaran belanja modal terlampau lelet. Dia bahkan melontarkan kata "ironis", karena pemerintah pusat selalu melakukan transfer ke daerah namun realisasi belanja modal daerah justru minim. Alih-alih merealisasikan belanja, Pemda lebih suka menaruh uangnya di bank. Kekesalan itu ia utarakan saat memberikan arahan kepada Gubernur/Walikota di Kantor Kemendagri, Jakarta, Kamis (16/6/2022). 

"Bukan karena enggak ada uangnya, transfer kami ke daerah itu rutin. Memang ada beberapa persyaratan, tapi tetap daerah sekarang itu masih punya Rp 200 triliun di bank. Jadi ini, kan, menggambarkan ada ironis. Ada resources, ada dananya, tapi enggak bisa dijalankan," kata Sri Mulyani. 

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, belanja Pemda -17 persen pada akhir Mei 2022, dari Rp 270 triliun menjadi Rp 223 triliun. Realisasi belanja sebesar Rp 223 triliun pun banyak dialokasikan untuk gaji pegawai. Totalnya mencapai Rp 113 triliun dari Rp 223 triliun. Sementara itu, belanja modal yang notabene penting untuk peningkatan kualitas SDM justru kecil, yakni Rp 12 triliun. Belanja modal ini pun lebih rendah dibanding tahun lalu yang sebesar Rp 14 triliun. Adapun belanja lainnya Rp 44 triliun. 

"Belanja kita tahun ini -17 persen dari belanja kita tahun lalu. 17 persen, bukan 1 persen, (atau) 5 persen. Bapak Ibu sekalian nanti akan perlu melihat, apa yang menjadi kendala," ucap Sri Mulyani kesal.

#kpc/bin




 
Top