MAJALENGKA, JABAR — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD meminta Persatuan Guru Nahdlatul Ulama atau Pergunu terus memperjuangkan pendidikan yang Islami. Pendidikan yang bersumber pada ajaran Islam dan keindonesiaan itu relevan untuk mencegah korupsi dan radikalisme yang mengancam bangsa.

Mahfud menyampaikan pesan saat menjadi pembicara kunci dalam rangkaian Rapat Kerja Nasional Pergunu di Alun-alun Leuwimunding, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Sabtu (17/6/2023). Turut hadir Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko, Ketua Umum Pimpinan Pusat Pergunu KH Asep Saifuddin Chalim, hingga Wakil Ketua MPR Yandri Susanto.

”Menurut saya, peran yang paling penting menjadi perhatian Pergunu sekarang ini adalah melanjutkan perjuangan NU di dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui pendidikan yang Islami,” ungkap Mahfud. Menurutnya, pendidikan Islami bersumber dari ajaran Islam yang kemudian dibumikan dalam bingkai NKRI atau keindonesiaan.

Pendidikan Islami, lanjutnya, mengutamakan kebersamaan meskipun berbeda agama, bahasa, dan suku. Hal itu sesuai ajaran Nabi Muhammad SAW saat membuat Piagam Madinah, yang isinya melindungi warga meski berbeda latar belakang. ”Indonesia bukan negara Islam, tetapi negara Islami. Negara Islami itu inklusif dengan nilai-nilai Islam,” ujar Mahfud.

Terlebih lagi, lanjutnya, Indonesia memiliki lebih dari 100 suku, 700 bahasa daerah, dan keberagaman lainnya. Pihaknya pun meminta sekitar 1,2 juta guru dari Pergunu di tingkat pusat hingga daerah untuk menyebarkan pendidikan Islami yang berakhlak mulia, kuat mempertahankan akidah dan keimanan, serta toleran dengan perbedaan.

”Sekarang nilai-nilai pendidikan kita banyak yang luntur. Banyak orang yang akhlaknya merosot. Koruptor-koruptor itu umumnya (lulusan) pendidikan tinggi, sarjana. Jumlahnya 87 persen dari sekitar 1.200 koruptor sesuai data KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Ini akan bertambah terus setiap hari,” ungkap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.

Artinya, jumlah koruptor yang sarjana tercatat sekitar 1.044 orang. Meskipun angka itu hanya sekitar 0,00006 persen dari jumlah total 17,6 juta sarjana di negeri ini, korupsi oleh para sarjana itu tetap menunjukkan adanya masalah di dunia pendidikan. Terlebih lagi, korupsi tidak hanya merugikan negara, tetapi juga menghambat pembangunan bangsa.

Sekarang nilai-nilai pendidikan kita banyak yang luntur. Banyak orang yang akhlaknya merosot.

Di sisi lainnya, Mahfud mengamati lunturnya nilai-nilai keindonesiaan akibat merebaknya radikalisme. ”Radikalisme ini tidak percaya ideologi negara dan ingin mengganti Pancasila. Radikal itu tidak toleran. Kalau ada yang berbeda, dibenci. Jihad dipahami membunuh orang yang berbeda. Padahal, jihad itu berjuang untuk kebaikan manusia,” ungkapnya.

Kepala KSP Moeldoko menambahkan, pemerintah terus berupaya membangun sumber daya manusia, termasuk para guru. Mulai dari mengalokasikan anggaran sekitar Rp 22 triliun bagi siswa, santri, hingga mahasiswa, dan bahkan menyiapkan beasiswa. Pemerintah juga menyiapkan regulasi untuk mendukung pesantren. ”Ini dilakukan untuk dunia pendidikan Islam,” ucapnya.

Wakil Ketua PP Pergunu Achmad Zuhri mengatakan, sebanyak 82.000 pengurus Pergunu dan 1,2 juta jiwa guru NU yang tersebar di sejumlah daerah terus memperjuangkan nilai keindonesiaan sesuai ajaran NU. ”Guru ini tugas utamanya mempersatukan bangsa. Pergunu sudah selesai dengan itu. Tapi, kesejahteraan guru masih jadi masalah,” ungkapnya.

#kpc/bin





 
Top