ACEHTIMUR, ACEH -- Aktivis HAM Aceh, Ronny H, menyatakan jatuhnya kembali puluhan korban masyarakat diduga akibat menghirup gas atau bau busuk dari suatu perusahaan gas raksasa di Aceh Timur, jauh lebih parah kasusnya dibanding kasus investasi Rempang yang sedang heboh di Indonesia saat ini. 

Bahkan ia menyebutkan, yang tengah berlangsung di Aceh Timur itu sebagai pelanggaran HAM berat, karena negara diduga sengaja melakukan pembiaran dan melindungi perusahaan setiap insiden terjadi. Tanpa tindakan apapun terhadap perusahaan yang diduga telah membahayakan keselamatan masyarakat tersebut. 

"Ini sebenarnya kasusnya lebih parah dari Rempang itu, ini investasi yang tidak jelas dan membahayakan keselamatan masyarakat, kalau Rempang investasinya dimulai dengan menggusur masyarakat dari kampung halamannya, meski perusahaannya apa belum nampak berdiri dan belum nampak membahayakan. Kalau ini sudah bertahun - tahun dan jelas berbahaya, sementara manfaat investasinya entah untuk siapa, tidak jelas," ungkap Ronny, kepada awak media di Aceh Timur, Senin (25/9/2023).

Ronny menyatakan investasi perusahaan gas di Aceh Timur ibarat investasi siluman yang diduga hanya dinikmati segelintir orang berkuasa dan keberadaannya sangat meresahkan, membahayakan keselamatan masyarakat, dan investasi tak bertanggungjawab serta sama sekali tidak berkeadilan. 

" Itu perusahaan raksasa yang paling tidak jelas manfaatnya untuk masyarakat di Aceh, khususnya Aceh Timur, tidak transparan dan diduga hanya ajang kenikmatan bagi segelintir elit. Selain soal investasi yang tidak jelas manfaatnya ke masyarakat luas, tidak adil, tidak transparan, bahkan telah sangat membahayakan keselamatan masyarakat setempat selama bertahun-tahun, " ketus aktivis HAM itu. 

Anehnya, dia menduga selalu ada pihak - pihak tertentu dengan peran berbeda - beda, sengaja mencari keuntungan di balik musibah dan di atas penderitaan masyarakat setempat yang menjadi korban. 

"Keselamatan masyarakat diduga telah menjadi barang mainan dan ajang mencari keuntungan di sini,  setiap ada musibah, langsung muncul para pahlawan kesiangan dari berbagai latar belakang dan berbagai peran macam badut - badut lucu, yang ujung - ujungnya mencari keuntungan di atas penderitaan rakyat," ketusnya.

" Yang pro perusahaan diduga menyusu ke perusahaan, jelas mati - matian bela perusahaan, bahkan ada yang dapat proyek gede kabarnya pasca kejadian, ada pula yang tugasnya menulis materi pemutarbalikan fakta, kalau yang kontra perusahaan itu modusnya pura - pura melawan perusahaan diduga dengan memanfaatkan para korban. Nanti ujung - ujungnya damai - damai terus diam, ini film yang diduga terus terjadi dan diputar berulang - ulang oleh para pengkhianat bangsa pada waktu sebelumnya," ujar Ketua Forum Persatuan Independent Indonesia (FPII) Provinsi Aceh itu. 

Dia juga sangat heran dengan tingkah polah wakil rakyat dan para petinggi di Aceh Timur, yang terkesan banyak basa - basi, memanjakan perusahaan, dan bahkan diduga memanfaatkan ajang musibah sebagai panggung pencitraan politik. Setiap insiden gas beracun terjadi dan dialami masyarakat, langsung nampak peduli rakyat, namun tidak jelas ujung persoalannya. 

"Pokoknya setiap kejadian, seperti kompak dan otomatis pada bermunculan semua, ada yang pura - pura mengecam, ada yang desak ini- itu, ada pula yang sibuk pencitraan seolah paling peduli kepada para korban yang sedang sekarat. Padahal kejadian itu sudah berulang kali terjadi, bahkan dewan sudah memanggil pihak perusahaan, bahkan heboh dan saling kecam, tapi anehnya ujung - ujungnya mereka dewan ini pada diam semua, hasilnya gak jelas apa ujungnya. Nah ini, begitu kejadian lagi, kecam lagi, datang lagi ke para korban seolah paling peduli, padahal nanti ujungnya diam lagi, ini kan namanya mempermainkan nasib masyarakat?, apalagi itu keselamatan masyarakat, koq malah ambil keuntungan politik di sana? Bukan menyelesaikan masalah, agar semua itu benar - benar tidak terjadi lagi?, " ungkapnya tak habis fikir. 

Ia menduga ada pihak - pihak tertentu yang secara sadar, secara sistematis, diduga kongkalingkong setiap insiden serupa terjadi. Misalkan pihak yang memutar balikkan fakta untuk membela perusahaan, dan pihak yang diduga memanfaatkan para korban untuk mencari keuntungan. 

"Ini terus  terjadi setiap jatuh korban tiap tahunnya, diduga akibat gas beracun. Ada saja yang kerjanya otomatis menggiring opini membantah bahwa itu bukan dari perusahaan. Yang jahat itu yang diduga mengelola para korban dan diduga tanpa sepengetahuan korban mereka mendapatkan keuntungan besar dari merongrong perusahaan. Ini mestinya diluruskan oleh penegak hukum, agar hal merusak moralitas seperti itu tidak terus terjadi, dan seharusnya setiap kejadian mestinya ada tersangka yang harusnya bertanggungjawab atas kelalaiannya tersebut, tapi penegak hukum terkesan tutup mata, bahkan diduga melindungi perusahaan," tegasnya. 

Ia mendesak pemerintah pusat turun tangan untuk menyelesaikan persoalan investasi yang membahayakan keselamatan masyarakat di Aceh Timur ini, agar kejadian serupa tidak terulang dan dihiasi pemutar balikan fakta yang sangat kejam. 

"Kita minta Presiden Jokowi dan jajarannya memperhatikan ini, karena elit - elit di Aceh tidak lagi bisa dipercaya kalau soal ini. Sebab ujung - ujungnya mereka akan diam, sedangkan kejadian terus berulang. Kita juga mendesak Komnas HAM Indonesia dan jaringan kerja HAM nasional turun ke sini, karena diduga banyak pihak menutupi fakta yang sebenarnya, " pungkas alumni Universitas Eka Sakti (Unes) Padang itu menutup keterangannya.

#gia/ede





 
Top