JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengeluarkan sejumlah aturan baru terkait seleksi penerimaan calon prajurit TNI. Jenderal Andika menghapus tes renang hingga membolehkan anak keturunan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) ikut seleksi TNI.

Hal itu disampaikan Andika dalam rapat penerimaan prajurit TNI (Taruna Akademi TNI, Perwira Prajurit Karier TNI, Bintara Prajurit Karier TNI dan Tamtama Prajurit Karier TNI) tahun anggaran 2022. Momen rapat tersebut diunggah di kanal YouTube Jenderal TNI Andika Perkasa.

Berikut daftar aturan baru terkait penerimaan prajurit TNI:

1. Tes Renang Dihapus

Andika Perkasa meminta tes renang dihapus dari seleksi penerimaan prajurit TNI. Alasannya, pasti ada calon prajurit yang sebelumnya belum pernah berenang.

"Itu (tes renang) tidak usah lagi. Karena renang kenapa? Jadi nomor 3 tidak usah karena kita nggak fair, ada orang tempat tinggalnya jauh dan nggak pernah renang. Nanti nggak fair, sudahlah," kata Jenderal Andika, Rabu (30/3/2022).

2. Tes Akademik Dihapus

Andika juga menghapus tes akademik dari proses rekrutmen. Dia menyebut penilaian akademik calon prajurit bisa dilihat dari nilai ijazah SMA-nya.

"Menurut saya, akademik ini, tes akademik ini sudah tinggal ambil saja IPK terus transkrip, karena bagi saya yang lebih penting, yaitu tadi ijazahnya saja, ijazah SMA, itu (nilai) akademik," terangnya.

"Mereka nggak usah lagi tes akademik, itulah nilai akademik, ijazahnya tadi kalau ada ujian nasional, ya sudah itu lebih akurat lagi," sambung Andika.

3. Bolehkan Keturunan PKI Daftar TNI

Lebih lanjut Andika meminta agar keturunan PKI dibolehkan ikut seleksi calon prajurit TNI. Dia menegaskan harus ada dasar hukum kuat apabila ingin melarang keturunan PKI bergabung dengan TNI.

"Keturunan (PKI dilarang ikut seleksi penerimaan prajurit) ini apa dasar yang melarang dia? Jadi jangan kita mengada-ada. Saya orang yang patuh peraturan perundangan. Kalau kita melarang, pastikan kita punya dasar hukum," ucapnya.

"Zaman saya tak ada lagi keturunan dari apa (PKI dilarang ikut seleksi penerimaan prajurit), tidak. Karena apa? Saya menggunakan dasar hukum. Oke? Hilang nomor 4," kata Andika.

Adapun penghapusan poin nomor 4 itu berawal dari Andika yang bertanya soal dasar hukum dilarangnya anak keturunan anggota PKI untuk daftar menjadi anggota TNI. Momen ini terjadi saat pemaparan mekanisme penerimaan prajurit TNI dari tes mental ideologi.

"Poin nomor 4, yang mau dinilai apa? Kalau dia ada keturunan dari apa?" tanya Jenderal Andika kepada Direktur D Bais TNI Kolonel A Dwiyanto.

"Pelaku kejadian tahun 1965-1966. Izin, (dasar hukumnya) Tap MPRS Nomor 25," jawab Kolonel Dwiyanto.

Jenderal Andika lalu meminta Kolonel Dwiyanto menyebutkan isi Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966.

"Siap. Yang dilarang dalam Tap MPRS Nomor 25, satu, komunisme, ajaran komunisme, organisasi komunis, maupun organisasi underbow dari komunis tahun '65," jawab Kolonel Dwiyanto.

Jenderal Andika kemudian menjelaskan soal Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966. Dia menjelaskan ada dua poin utama yang diatur dalam Tap MPRS Nomor 25 Tahun 1966.

"Yang lain saya kasih tahu, nih. Tap MPRS Nomor 25/1966. Satu, menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang. Tidak ada kata-kata underbow (organisasi sayap) segala macam," katanya.

"Menyatakan komunisme, leninisme, marxisme sebagai ajaran terlarang. Itu isinya. Ini adalah dasar hukum, ini legal ini," tambah dia.

Jenderal Andika meminta jajarannya segera mengimplementasikan kebijakan baru ini. Ia menegaskan anak buahnya untuk segera merevisi peraturan sesuai dengan hasil rapat.

"Jadi yang saya suruh perbaiki, perbaiki, tidak usah ada paparan lagi karena sangat sedikit. Tapi setelah diperbaiki, itu yang berlaku," kata Andika.

#dtc/bin



 
Top