Oleh: Yoni Mashlihuddin


INDONESIA dikenal bukan hanya negara yang sangat indah, namun juga dikenal dengan negara yang sangat ramah dan bermoral. Namun dewasa ini, tawuran pelajar, bullying, kasus korupsi, perampokan, narkoba, seks bebas, pelecehan seksual, pembunuhan, kasus mutilasi dan lain sebagainya membuat anggapan itu semuanya sirna seketika. 

Memang tidak dapat dipungkiri dalam suatu kehidupan pasti ada problematika. Namun hal tersebut menandakan masyarakat Indonesia saat ini sedang mengalami gejala degradasi moral. 

Degradasi moral yang terjadi di bangsa ini melanda berbagai lini masyarakat, salah satunya yang sering terjadi pada sektor remaja. Generasi muda tentunya memiliki peranan sangat penting bagi suatu bangsa. Karena di pundak merekalah nasib bangsa kedepannya digantungkan. 

Namun pada kenyataanya, kondisi saat ini banyak remaja atau generasi muda yang bersikap amoral dan tentunya jauh dari harapan para pendiri bangsa ini.

Degradasi berarti kemunduran, kemerosotan atau penurunan dari suatu hal sedangkan moral adalah akhlak atau budi pekerti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jika kita interpretasikan keduanya maka degradasi moral merupakan suatu fenomena adanya kemerosotan atas budi pekerti seseorang maupun sekelompok orang. 

Menurut Lickona (2013) ada 10 indikasi gejala penurunan moral yang perlu mendapatkan perhatian agar berubah ke arah yang lebih baik; 1) Kekerasan dan tindakan anarki, 2) Pencurian, 3) Tindakan Curang, 4) Pengabaian terhadap aturan yang berlaku, 5) Tawuran antar siswa, 6) Ketidaktoleran, 7) Penggunaan bahasa yang tidak baik, 8) Kematangan seksual yang terlalu dini dan penyimpangannya, 9) Sikap perusakan diri, 10) Penyalahgunaan Narkoba.

Penelitian yang dilakukan oleh Reckitt Benckiser Indonesia lewat merek salah satu alat kontrasepsi terhadap 500 remaja di lima kota besar di Indonesia menemukan, 33 persen remaja pernah melakukan hubungan seks penetrasi. Dari hasil tersebut, 58 persennya melakukan penetrasi di usia 18 sampai 20 tahun. Selain itu, para peserta survei ini adalah mereka yang belum menikah (liputan6.com). Sedangkan remaja korban narkoba mencapai 1,1 juta atau 3,9 %. Data tersebut diambil pada tahun 2008, dengan mengambil sampel di 33 provinsi di Indonesia. 

Data Pusat Pengendalian Gangguan Sosial DKI Jakarta menyebutkan pelajar SD, SMP, dan SMA yang terlibat tawuran mencapai 0,08% atau sekitar 1.318 siswa dari total 1.647.835 siswa DKI Jakarta. Bahkan, 26 siswa diantaranya meninggal dunia. 

Persoalan remaja saat ini tidak sampai disitu saja, akhir-akhir ini banyak bermunculan kasus tentang siswa yang melawan gurunya. Bahkan sampai ada yang tega menganiaya gurunya sendiri sampai meninggal, seperti yang terjadi di Madura. Hal ini tentunya sudah kelewat batas, tidak ada lagi rasa hormat dan etika yang tertanam pada diri siswa tersebut.

Tentunya ada aspek yang melatar belakangi maraknya degradasi moral pada generasi muda saat ini. 

Ada dua poin penting yang dirasa cukup berperan dalam hal tersebut, yaitu; keluarga/orang tua dan lingkungan (baik di dalam maupun di luar sekolah). 

Keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkan dasar bagi perkembangan moral/akhlaq, karena sebagai madrasah pertama bagi remaja. Namun pada kenyataannya banyak para orang tua yang kurang paham tentang perannya tersebut.  

Para orang tua beranggapan bahwa pendidikan bagi anak-anaknya cukup pada rana sekolah saja dan hal yang jadi sorotan utama orang tua kepada anaknya hanyalah persoalan nilai raport. Ketika bagus dipuji dan ketika buruk dimarahi, tanpa menanyakan pemahaman anaknya berkenaan dengan mata pelajaran tersebut. Secara tidak langsung orang tua mengejarkan bahwa hasil lebih penting dari pada proses. Maka dari itu pentingnya membangun komunikasi antara orang tua dan anak.

Selain itu banyak orang tua siswa yang tidak sepenuhnya mendukung pengajaran yang ada di sekolah. Banyak orang tua siswa yang melaporkan para guru yang memberi sanksi fisik (dalam skala wajar) kepada anaknya. Hal tersebut membuat para guru takut untuk memberi sanksi kepada siswa yang bersalah, sehingga banyak murid yang berani kepada gurunya. Kurangnya pengawasan oleh orang tua terhadap pergaulan anak juga dapat menyebabkan merosotnya moral anak tersebut.

Lingkungan sekolah dianggap berperan penting dalam pembentukan moral siswa. Sekolah merupakan lingkungan pendidikan sekunder, yang secara secara sistematis melaksanakan bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka membantu siswa supaya mampu mengembangkan potensinya, baik berkenaan dengan aspek moral, spiritual, intlektual, emosional, maupun sosial. Maka dari itu peran sekolah terbilang cukup besar ditambah lagi hampir sepertiga waktu siswa dihabiskan di sekolah. 

Kebanyakan orang tua juga menganggap dunia pendidikan sudah cukup memberikan muatan-muatan moral pada anak-anaknya. Namun kondisi dunia pendidikan saat ini dirasa belum mampu sepenuhnya untuk membentuk moral siswanya. 

Kebanyakan para pendidik dalam mengajar hanya gugur kewajiban saja dalam mengajar. Para siswa lebih ditonjolkan dalam hal intlektual saja dan mngesampingkan pendidikan moral. 

Contoh kasus yang sering terjadi adalah Ketika ujian nasional (UN) mata pelajaran yang diujikan hanya mata pelajaran umum saja, mata pelajaran yang menyangkut aspek moral/akhlak diabaikan. Sehingga para siswa beranggapan bahwa intlektualitas/kepintaran siswa jauh lebih penting dibandingkan moral siswa tersebut. Hal tersebutnya harusnya dikaji ulang oleh para pemangku kebijakan.

Degradasi moral pada remaja Indonesia dapat diperbaiki apabila kedua lini tersebut menjalankan perannya dengan baik dan penuh kesadaran dalam hal mendidik remaja saat ini. Alangkah lebih baiknya juga apabila kedua lini tersebut dapat berkolaborasi, bekerja sama, dan saling mendukung demi terciptanya generasi yang bermoral/berakhlaq mulia.

#penulis adalah tenaga trainer pada UPT-P2KK UMM





 
Top