f: dok.liranews.com
PADANG -- Ribuan siswa-siswi SMA dan SMK di Sumatera Barat (Sumbar) persisnya di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) diduga jadi objek praktik pungutan liar (pungli) para oknum kepala sekolah (kepsek) mereka masing-masing. Nilai pungli-nya bervariasi, memanfaatkan keberadaan Komite Sekolah sebagai tameng.

Para kepsek tersebut disinyalir berlindung di belakang keberadaan Komite Sekolah, padahal sesuai Kepmendikbud No. 75 tahun 2016 nyata-nyata dilarang. Pelarangan tertuang dalam Pasal 12 Kemendikbud RI No. 75 yang berbunyi, "Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dilarang, menjual buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di sekolah, melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya, mencederai integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara langsung atau tidak langsung, mencederai integritas seleksi penerimaan peserta didik baru secara langsung atau tidak langsung, melaksanakan kegiatan lain yang mencederai integritas sekolah secara langsung atau tidak langsung, mengambil atau menyiasati keuntungan ekonomi dari pelaksanaan kedudukan, tugas dan fungsi Komite Sekolah, memanfaatkan aset sekolah untuk kepentingan pribadi/kelompok, melakukan kegiatan politik praktis di dekolah; dan/atau, mengambil keputusan atau tindakan melebihi kedudukan, tugas dan fungsi Komite Sekolah".

BACA JUGA: Fenomena 'Malfungsi' Komite Sekolah di Tengah Haru Campur Pusing Momen Wisuda Kelulusan Siswa

Berdasarkan investigasi jajaran Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat Sumatera Barat (LSM LIRA Sumbar) pada beberapa sekolah baik SMA maupun SMK di Provinsi Sumbar, diperoleh informasi bahwa "pungli” oleh para oknum Kepsek terhadap para siswa diback-up Komite Sekolah dalam nominal bervariasi. 

Di SMA Negeri 1 Tarusan Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) misalnya, para murid dipungut Rp10 ribu/per siswa, pembayarannya dilakukan setiap tiga bulan sekali.

Masih dalam wilayah Pessel, di SMA Negeri 1 Pancung Soal, terhadap 900 orang siswa dilakukan pungutan oleh Komite Sekolah sebesar Rp.80 ribu yang apabila dikalkulasikan terkumpul dana sebesar Rp. 864.000.000 ,- untuk 12 bulan atau untuk satu tahun. 

Ketika pemuka masyarakat setempat mempertanyakan ihwal besarnya pungutan dana komite di SMA Negeri 1 Tarusan yang menyalahi aturan tersebut, sang kepala sekolah justru berdalih untuk membayar honor guru dan kelebihan jam mengajar.

“Jika tidak boleh memungut dana komite, maka terpaksa guru honor diberhentikan dan biarlah guru PNS mengajar 40 jam seminggu”, ujar sang Kepsek kepada pemuka masyarakat Inderapura yang tidak mau disebutkan identitasnya tersebut.

Apakah memang harus begitu? Belum diperoleh informasi pasti, tapi yang jelas, jika hanya untuk dua orang guru yang akan dibayarkan honornya, dipastikan banyak dana tersisa yang sangat potensial sekali terjadinya pungli di sekolah tersebut. Berdasarkan aturan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahun 2022 yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Pasal 40, jelas-jelas disebutkan bahwa "Pembayaran honor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf l digunakan paling banyak 50% (lima puluh persen) dari keseluruhan jumlah alokasi Dana BOS Reguler yang diterima oleh Satuan Pendidikan".

Lain lagi di SMA Negeri 1 Pancung Soal, kepala sekolahnya diduga nekat "bermain solo" dalam pengaturan keuangan sekolah mulai dari dana BOS yang masing-masing murid mendapat Rp.1.500,000,- yang jika dikalkulasi SMA ini menerima dana BOS sebesar Rp. 1.350.000.000,- ditambah dengan dana komite yang dipungut sebesar Rp.80.000,-, dengan jumlah murid 900 orang, maka total dana yang terkumpul untuk satu tahun sebesar Rp. 2.214.000.000,00,-

BACA JUGA: Pungli Tunjangan Sertifikasi, Tiap Pencairan Guru PNS dan Honorer "Wajib Setor" Hingga Rp650 Ribu!

Fenomena lebih memiriskan terjadi di SMK Negeri 1 Ranah Pesisir, dimana penggunaan dana komite justru dilakukan sendiri oleh Ketua Komite berinisial "SA". Bahkan, demi menyambung perpanjangan tangan Komite Sekolah, sang oknum Kepsek justru berani memotong dana PIP (Program Indonesia Pintar) sebesar Rp.450.000/murid yang jika dikalkulasi untuk 300 orang murid yang dana PIP nya dipotong sekolah masing-masing Rp.450.000 hampir 50 persen dari dana yang mereka terima sebesar Rp.1000.000/siswa untuk tahun pelajara 2023 ini.

Ketika jaringan LSM LIRA Sumbar setempat mempertanyakan kepada Syamsurizal selaku Kepala SMK Negeri 1 Ranah Pesisir, yang bersangkutan malah naik pitam. Bahkan dengan sangat emosinya ia sempat melontarkan ucapan kasar kepada jaringan LSM LIRA Sumbar melalui komunikasi telepon

"Ndak itu lo nan paralu ang tanyo do, mangkonyo waang sia? / Bukan itu pula yang perlu kamu tanyakan, makanya kamu ini siapa?", ujarnya ketus.

#tim






 
Top