JAKARTA -- Densus 88 Antiteror Polri menangkap Farid Okbah, Zain An Najah dan Anung Al Hamat, terkait dugaan terorisme. Menko Polhukam Mahfud Md menyebut Densus 88 sudah lama membuntuti Faid Okbah.

Mahfud mengatakan Densus 88 tidak akan menangkap seseorang tanpa didasari bukti yang kuat. Dia menyebut Densus 88 sudah lama memantau Farid Okbah dkk.

"Densus itu sudah melakukan surveillance itu sudah lama, itu semua yang dibuntuti pelan-pelan. Karena, kalau langsung nangkap, nanti berlebihan asal tangkap. Sebelum buktinya cukup kuat, tidak boleh menangkap teroris karena Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 hukum khusus untuk terorisme dengan treatment-treatment khusus juga tidak boleh sembarangan," kata Mahfud dalam tayangan di kanal YouTube Kemenko Polhukam, Sabtu (20/11/2021).

Mahfud mengatakan Undang-Undang Terorisme mengatur penangkapan terduga teroris harus dengan bukti kuat. Menurutnya, Densus 88 bakal mengumpulkan bukti yang cukup sebelum menangkap seseorang untuk memudahkan pembuktian di persidangan.

"Oleh sebab itu, begitu ditangkap, itu harus bisa meyakinkan bahwa ini nanti bisa dibuktikan di pengadilan kalau menggunakan UU Terorisme. Kalau menggunakan UU lain kadang kala bisa gagal. Tapi kalau terorisme, sudah lengkap bukti-buktinya," ujarnya.

Mahfud kemudian bicara soal pemerintah yang kerap dituding kecolongan gara-gara ledakan bom. Dia menyebut pemerintah sering dianggap tidak melakukan pencegahan aksi teror.

"Oleh sebab itu, mari kita percayakan proses hukum itu. Yang penting begini, mari kita bekerja dengan baik, semuanya untuk menjaga keamanan baik negara ini, karena nanti jangan sampai mengatakan pemerintah kecolongan. Ini kan pemerintah serba dituding juga ada bom meledak, katanya pemerintahnya bego sampai ada bom meledak di Makassar, di Surabaya," ucapnya. 

Namun, katanya, pemerintah tetap mendapat kritik ketika melakukan penangkapan tersangka teroris. Dia berharap masyarakat mempercayakan proses hukum kepada aparat.

Mahfud MD: Proporsional Saja

"Begitu bertindak lebih cepat, 'Oh, pemerintah ini sewenang-wenang', mari proporsional saja. Jangan sampai Anda usul kami diam, kemudian kita setuju, diamlah. Ada usulnya Pak ini, lalu terjadi sesuatu, Anda bilang, 'saya kan hanya usul'," tuturnya.

Mahfud mengatakan pemerintah selalu berupaya melakukan pencegahan aksi-aksi terorisme. Dia mengatakan penangkapan seorang tersangka teroris akan dibuktikan di persidangan.

"Ndak boleh bilang begitu, negara ini harus antisipatif. Kalau salah, nanti meskipun itu pemerintah, ya mari kita selesaikan secara hukum. Kan ada hukum semuanya," tuturnya.

Farid Okbah merupakan Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI). Dia ditangkap bersama anggota Komisi Fatwa MUI nonaktif Ahmad Zain An Najah dan seorang lainnya bernama Anung Al Hamat.

Ketiganya ditangkap di Bekasi, Jawa Barat. Mereka kemudian ditetapkan sebagai tersangka dugaan terorisme terkait kelompok Jamaah Islamiyah (JI).

Mahfud juga bicara soal ramainya tuntutan membubarkan MUI gara-gara Zain An Najah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan terorisme. Mahfud mengatakan dirinya tak sepakat dengan hal itu.

"Terkait dengan penangkapan tiga terduga teroris yang melibatkan oknum MUI, mari jangan berpikir bahwa MUI perlu dibubarkan, dan jangan memprovokasi mengatakan bahwa Pemerintah via Densus 88 menyerang MUI," kata Mahfud melalui Twitter-nya, @mohmahfudmd.

Mahfud menilai seruan agar MUI dibubarkan merupakan bentuk provokasi. Dia mengatakan pihak yang menyerukan pembubaran MUI tak punya pemahaman atas peristiwa hukum yang menjerat Zain An Najah.

"Itu semua provokasi yang bersumber dari khayalan, bukan dari pemahaman atas peristiwa," tuturnya.

Dia juga mengatakan penangkapan terhadap Zain An Najah bukan serangan terhadap MUI. Dia meminta semua pihak membiarkan proses hukum berjalan secara terbuka.

"Penangkapan oknum MUI sebagai terduga teroris, jangan diartikan aparat menyerang wibawa MUI. Teroris bisa ditangkap di mana pun: di hutan, mall, rumah, gereja, masjid dan lain-lain," ujar dia.

"Kalau aparat diam dan terjadi sesuatu bisa dituding kecolongan. Akan ada proses hukum dan pembuktian secara terbuka," sambung Mahfud.

Mahfud kemudian menjelaskan kedudukan MUI secara hukum sangat kuat. Untuk itu, kata Mahfud, MUI tidak bisa sembarang dibubarkan.

"Kedudukan MUI itu sudah sangat kokoh karena sudah disebut di dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Misal, di dalam UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (Pasal 1.7 dan Pasal 7.c) juga di Pasal 32 (22) UU No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Posisi MUI kuat tak bisa sembarang dibubarkan," jelasnya.

Dihubungi terpisah, Mahfud menerangkan lebih jauh maksud pernyataannya soal seruan pembubaran MUI bentuk provokasi. Mahfud mengatakan pihak-pihak yang menyerukan hal tersebut tak perlu ditindak karena dinilai hanya berkhayal dan tak mengetahui detail peristiwa dan aturan hukum.

"Kita tak boleh menindak orang berkhayal. Orang berkhayal dalam konteks ini bukan melanggar hukum, tapi overreact karena tak tahu detail peristiwanya dan tak tahu aturan hukumnya. Kita cukup memberi tahu dan membanding data," ucapnya.

Mahfud juga mengaku kaget mendengar kabar penangkapan yang dilakukan pada Selasa (16/11) tersebut. Dia kemudian menyebut orang yang terindikasi terorisme tidak hanya di MUI, tapi juga di tempat lain.

"Densus juga sering dituding berlebihan menangkapi orang sembarang, kemudian melanggar marwah Majelis Ulama, sehingga seakan-akan pemerintah diperhadapkan bersitegang dengan Majelis Ulama," tutur Mahfud.

Selain itu, Mahfud juga menepis isu ketegangan antara pemerintah dan MUI gara-gara penangkapan ini. Dia menegaskan MUI dan pemerintah selalu menjalin komunikasi yang baik.

"Tidaklah. Kita dengan Majelis Ulama itu dekat saling berkomunikasi terus, sepakat untuk melawan terorisme," tutur Mahfud.

#dtc/bin




 
Top