JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara terkait sebuah video viral yang berisi Bupati Banyumas Achmad Husein meminta KPK memberi tahu kepala daerah lebih dulu jika mau melakukan operasi tangkap tangan (OTT). KPK menyebut, jika kepala daerah itu memang berintegritas, seharusnya tak takut dengan OTT.

"Selama kepala daerah menjalankan pemerintahannya dengan memegang teguh integritas, mengedepankan prinsip-prinsip good governance, dan tidak melanggar ketentuan hukum yang berlaku, tidak perlu ragu berinovasi atau takut dengan OTT," kata Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding kepada awak media di Jakarta, Senin (15/11/2021).

BACA JUGA: Bupati Ini Kepinginnya KPK Panggil Dulu Kepala Daerah Target OTT

Ipi menyarankan agar para kepala daerah terus memperbaiki tata kelola pemerintahan di wilayahnya. KPK melalui monitoring center for prevention (MCP), telah berfokus pada sektor-sektor rawan korupsi.

"KPK meminta komitmen kepala daerah untuk fokus melakukan perbaikan tata kelola pemerintah daerah. Melalui MCP, KPK telah merangkum delapan area yang merupakan sektor rawan korupsi sebagai fokus penguatan tata kelola pemerintah daerah yang baik," ucap Ipi.

Kedelapan area tersebut ialah Perencanaan dan penganggaran APBD, pengadaan barang dan jasa, perizinan, penguatan APIP, manajemen ASN, optimalisasi pajak daerah, manajemen aset daerah, serta tata kelola keuangan desa.

"Setiap area intervensi tersebut telah diturunkan ke dalam serangkaian aksi pencegahan korupsi terintegrasi yang implementasi dan kemajuannya dievaluasi oleh KPK secara berkala. Langkah-langkah tersebut dijabarkan ke dalam indikator dan subindikator yang harus dilaksanakan pemda untuk membangun sistem tata kelola pemerintahan yang baik yang bertujuan untuk mengurangi risiko dan celah korupsi demi mencegah terjadinya tindak pidana korupsi," ujarnya.

Ipi mengatakan dari kegiatan koordinasi dan monitoring evaluasi (monev) yang dilakukan KPK di Jawa Tengah terdapat beberapa hal yang menjadi catatan dan perlu perbaikan secara konsisten dan berkesinambungan, yang antara lain terkait potensi kebocoran penerimaan pajak karena belum dikelola secara optimal; besarnya tunggakan pajak daerah; belum terintegrasinya sistem perpajakan, perizinan dan pengawasan; masih banyak pemda belum menyelesaikan regulasi RDTR; serta masih adanya dugaan praktik fee proyek pengadaan barang dan jasa (PBJ), gratifikasi dan pelicin.

BACA JUGA: KPK: Politik Dinasti Buka Celah Terjadinya Korupsi

Selanjutnya, masih banyak ditemukan pemda yang belum mengimplementasikan Bela Pengadaan melalui marketplace untuk PBJ yang nilainya kurang dari Rp 50 juta dalam rangka efisiensi dan pemberdayaan UMKM lokal; masih perlunya penguatan APIP yang meliputi aspek kapasitas, kapabilitas, kompetensi serta independensi; masih adanya dugaan praktik jual-beli jabatan dalam rotasi, mutasi, dan promosi; serta masih perlunya penguatan pengawasan tata kelola dana desa.

"Terkait manajemen aset daerah, KPK mencatat masih banyak kewajiban aset PSU dari pengembang kepada pemda yang belum diserahkan. Selain itu, di beberapa pemda perlu dilakukan penyelesaian tuntas terkait aset P3D. KPK juga mencatat masih banyak aset pemda yang belum bersertifikat. Namun demikian, KPK mengapresiasi capaian sertifikasi aset pemda di Jateng," jelasnya.

Dari target penyelesaian sertifikat pada 2021, yaitu 45.609 bidang aset, per 11 November 2021 telah terbit sebanyak 10.376 sertifikat. Sisanya, masih berproses di Kantor Pertanahan Jateng.

Berdasarkan data MCP, rata-rata capaian MCP wilayah Jawa Tengah per 11 November 2021 tercatat 63 persen, dengan rincian: Kabupaten Boyolali 92 persen, Prov. Jateng 87 persen, Kota Semarang 81 persen, Kab. Demak 79 persen, Kab. Pati 78 persen, Kab. Sragen 77 persen, Kab. Kudus 77 persen, Kab. Cilacap 74 persen, Kab. Banyumas 73 persen, Kab. Grobogan 71 persen, Kab. Purworejo 69 persen, Kab. Banjarnegara 69 persen, Kota Salatiga 69 persen, Kab. Brebes 68 persen, Kota Surakarta 66 persen, Kab. Kebumen 66 persen, Kab. Temanggung 64 persen, Kab. Semarang 63 persen, Kab. Wonosobo 60 persen, Kab. Tegal 60 persen, Kab. Karanganyar 59 persen, Kab. Blora 58 persen, Kab. Kendal 57 persen, Kab. Jepara 56 persen, Kab. Pemalang 56 persen, Kab. Pekalongan 54 persen, Kab. Batang 53 persen, Kota Magelang 52 persen, Kota Tegal 51 persen, Kab. Purbalingga 49 persen, Kab. Sukoharjo 48 persen, Kab. Wonogiri 48 persen, Kab. Magelang 47 persen, Kab. Rembang 46 persen, Kab. Klaten 46 persen, dan Kota Pekalongan 45 persen.

BACA JUGA: Korupsi Kejahatan Berdampak Luas, KPK Sayangkan Penghapusan PP No. 99/2012

Selanjutnya, KPK, kata Ipi, terus mendorong kepada kepala daerah untuk memenuhi indikator MCP dalam upaya pencegahan korupsi. Menurutnya, langkah ini perlu konsistensi dan keseriusan kepala daerah.

"Keberhasilan upaya pencegahan korupsi sangat bergantung pada komitmen dan keseriusan kepala daerah beserta jajarannya untuk secara konsisten menerapkan rencana aksi yang telah disusun. Jika langkah-langkah pencegahan tersebut dilakukan, maka akan terbangun sistem yang baik yang tidak ramah terhadap korupsi," katanya.

Lebih lanjut, Ipi mengatakan kekuasaan kepala daerah tentu juga diperlukan pengawasan. Dia menuturkan korupsi terjadi karena adanya suatu kekuasaan di wilayah masing-masing.

"Kekuasaan besar yang dimiliki kepala daerah tanpa adanya pengawasan yang memadai dari aparat pengawas, akan menyebabkan dorongan melakukan tindak pidana korupsi. Atau, dengan kata lain korupsi dapat terjadi karena kekuasaan didukung adanya kesempatan, namun tidak disertai integritas," ucapnya.

Sebelumnya, sebuah video yang memperlihatkan Bupati Banyumas Achmad Husein menyampaikan permintaan soal kepala daerah yang kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK ramai di media sosial. Video yang diposting di akun Instagram @lambeturah_official, Minggu (14/11/2021), itu akhirnya menjadi perbincangan

Dalam video tersebut, Achmad Husein memohon kepada KPK jika menemukan kepala daerah yang membuat kesalahan agar tidak langsung OTT, tapi memanggilnya terlebih dahulu.

"Kami para kepala daerah, kami semua takut dan tidak mau di-OTT. Maka kami mohon kepada KPK sebelum OTT, mohon kalau ditemukan kesalahan, sebelum OTT kami dipanggil terlebih dahulu. Kalau ternyata dia itu mau berubah, ya sudah lepas gitu. Tapi kalau kemudian tidak mau berubah, baru ditangkap, Pak," ujar Husein dalam video berdurasi 24 detik itu.

BACA JUGA: Integritas dan Antikorupsi, kata Jadikan Budaya dalam Badan Usaha

Ahmad Husein kemudian menulis klarifikasi terkait video itu melalui akun Instagram pribadinya, @ir_achmadhusein. Dia mengawali pernyataannya dengan mengatakan video itu menampilkan cuplikan yang tidak lengkap dan meminta agar dia tak divonis secara tergesa-gesa berdasarkan video itu.

Menurutnya, ada makna yang ingin dia sampaikan. Hussein mengatakan video itu diambil saat diskusi dalam ranah tindak pencegahan korupsi.

"Diadakan oleh korsupgah--koordinasi supervisi pencegahan. Bukan penindakan, yang namanya pencegahan kan ya dicegah bukan ditindak. Sebetulnya ada enam poin yang saya sampaikan, salah satunya tentang OTT," kata Achmad Husein.

"Dengan pertimbangan bahwa OTT itu menghapus dan menghilangkan kepada daerah, padahal bisa jadi kepala daerah tersebut punya potensi dan kemampuan untuk memajukan daerahnya. Belum tentu dengan di-OTT daerah tersebut keadaan akan menjadi lebih baik. Serta yang di-OTT bisa jadi baru pertama kali berbuat dan bisa jadi tidak tahu karena sering di masa lalu kebijakan tersebut aman-aman saja, sehingga diteruskan," tuturnya.

#dtc/bin






 
Top