JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua saksi terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati nonaktif Kepulauan Meranti Muhammad Adil (MA), Kamis (27/4/2023).

Kedua saksi yakni Kepala Subauditorat Riau II Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Riau, Ruslan Ependi dan pengendali teknis BPK Perwakilan Provinsi Riau, Odipong Sep.

"Dikonfirmasi adanya dugaan aliran uang yang diterima tersangka Adil dan tersangka pemeriksa Muda BPK perwakilan Riau M Fahmi Aressa (MFA)," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat (28/4/2023). 

Selain itu, penyidik juga meminta Ruslan dan Odipong mengenai temuan BPK. Khususnya pemeriksaan di lingkungan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti

Diketahui, KPK menetapkan tiga tersangka usai melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kepulauan Meranti pada 6 April 2023. Para tersangka ialah Muhammad Adil, Kepala BPKAD Kepulauan Meranti Fitria Nengsih dan Pemeriksa Muda BPK perwakilan Riau M Fahmi Aressa.

Mereka diduga terlibat dugaan suap penerimaan fee jasa umroh dan pengondisian pemeriksaan keuangan. Kasus ini masih didalami penyidik KPK.

Adil disangkakan melanggar melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ia juga disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, Fitria disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan Fahmi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

#mnc/bin





 
Top