JAKARTA -- Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Mochammad Praswad Nugraha menilai penindakan kasus suap Lukas Enembe terlalu berlarut-larut. Ia menyebut KPK tidak memiliki komitmen untuk segera menuntaskan kasus yang menjerat Gubernur Provinsi Papua tersebut. 

Praswad mengatakan dalam penanganan kasus korupsi haruslah bebas dari motif politis para penegak hukum. Ia menambahkan sejak awal hingga ada pertemuan di Jayapura, kasus Lukas Enembe tersebut terdapat indikasi ditangani secara tidak profesional oleh KPK .

"Akibatnya pada saat penetapan tersangka, seakan dilakukan secara terburu-buru. Padahal kalau Firli (Ketua KPK Firli Bahuri) punya komitmen serius, kasus ini sudah naik waktu dia masih menjabat deputi penindakan KPK,” ujar koordinator Indonesia Memanggil 57+ tersebut, Minggu (8/1/2023) kemarin.

Praswad menambahkan lambatnya penanganan kasus itu justru terjadi setelah pertemuan Firli  dengan Lukas Enembe di Jayapura. Ia menilai kedatangannya tersebut juga menimbulkan asumsi KPK tidak tegas terhadap tersangka kasus korupsi. 

"Maka dari itu, wajar publik mempertanyakan apa urgensi kedatangan itu untuk tujuan apa. Toh pasca pertemuan, penanganan kasus malah menjadi lambat,” ujar dia melalui pesan tertulis.

Terkesan Halangi Penahanan

Praswad menilai alasan KPK tidak bisa menjemput paksa karena masalah kesehatan tersangka dan kondisi keamanan di Papua terkesan malah menghalangi eksekusi penahanan. Apalagi, menurut dia, kedatangan Firli ke Papua tidak selaras dengan fakta lambatnya proses hukum Lukas Enembe.

"Padahal dia ke Papua datang dengan alasan melengapi berita acara guna mempercepat proses penindakan kasus itu,” kata pria yang biasa disapa Abung tersebut.

Kejanggalan penanganan kasus Lukas Enembe, menurut dia, lantaran hingga saat ini KPK tidak pernah menurunkan tim dokter independen untuk memeriksa politikus Partai Demokrat tersebut. Padahal, kata dia, pemeriksaan oleh dokter independen tersebut bisa memberikan pandangan objektif terhadap kondisi kesehatan tersangka.

"Sebagaimana preseden pada perkara sebelumnya,jika ada perbedaan antara tim dokter KPK dan tim dokter tersangka, maka diajukan pemeriksaan tim dokter dari pihak independen,” ujarnya.

Lukas Enembe kembali ditetapkan tersangka oleh KPK bersama satu orang lain bernama Rijanto Lakka pada 5 Januari 2023 lalu. Namun, dalam penetapan tersebut KPK hanya melakukan penahanan terhadap Rijanto Lakka seorang.

Boleh Berobat ke Luar Negeri Setelah Berstatus Tahanan

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan alasan belum ditahannya Lukas Enembe adalah karena kondisi kesehatan sang gubernur. Ia menambahkan KPK akan mempersilakan Lukas Enembe berobat ke luar negeri jika mau dijadikan tahanan terlebih dahulu oleh KPK.

"Tentu nantinya selama proses pengobatan tersangka LE itu di luar negeri akan ditemani oleh petugas dari KPK,” ujar Alex dalam konferensi pers penahanan.

Dalam perkara tersebut, Lukas Enembe diduga menerima suap sebesar Rp 1 miliar dari Rijanto Lakka agar memenangkan tender sejumlah proyek pembangunan di Papua senilai Rp.41 miliar. Selain itu, KPK menduga ada kesepakatan dimana Lukas Enembe dan sejumlah pejabat di Papua akan menerima fee sebesar 14 persen dari proyek tersebut.

Menyoal kondisi kesehatan Lukas Enembe, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan pihaknya telah berpesan kepada tim kuasa hukum agar Lukas Enembe segera dirawat di RSPAD Gatot Subroto. Barulah, kata dia, jika RSPAD tidak mampu menangani Lukas Enembe, KPK akan mengizinkan dia berobat ke Singapura.

"Jadi Lukas Enembe saat waktu itu diperiksa baru luarnya saja (sewaktu di Papua). Karena tidak memungkinkan kita membawa alat yang banyak dan besar ke rumahnya. Sehingga dari pemeriksaan itu kelihatannya yang bersangkutan kondisinya sehat dan mampu melakukan wawancara,” kata Asep.

#tpc/bin






 
Top