JAKARTA -- Dari operasi tangkap tangan (OTT) dugaan suap dalam proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkirakan jumlah uang untuk pemberian suap mencapai Rp 14,5 miliar. Kasus itu melibatkan 6 pejabat Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan dan 4 pihak swasta yang terjaring dalam OTT di sejumlah tempat.

Sejauh ini KPK telah menyita uang senilai Rp 2,8 miliar dari operasi tangkap tangan (OTT) itu. Untuk itu, KPK akan terus mengembangkan dan mendalami lebih lanjut praktik suap pada proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Jawa-Sumatera tahun anggaran 2018-2022.

”KPK menyita sejumlah barang bukti awal berupa uang berkisar Rp 2,027 miliar, 20.000 dollar AS, kartu debit (berisi saldo) senilai Rp 346 juta, dan saldo dalam rekening bank sebesar Rp 150 juta. Jumlah ini ditotal sekitar Rp 2,823 miliar,” ujar Wakil Ketua KPK Johanis Tanak merinci jumlah uang yang disita dalam konferensi pers OTT di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (13/4/2023) dini hari.

Sebelumnya, KPK menangkap 25 orang di sejumlah tempat di Jabodetabek, Jawa Tengah, dan Jawa Timur pada Selasa (11/4/2023) hingga Rabu (12/4/2023). Dari hasil pemeriksaan ditetapkan 10 orang sebagai tersangka pemberian dan penerimaan suap dalam proyek pembangunan rel kereta itu.

Enam orang di antaranya penerima suap, yakni dari kalangan Ditjen Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub. Mereka adalah Direktur Prasarana Perkeretaapian DJKA Kemenhub Harno Trimadi, Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah (Jabagteng) Putu Sumarjaya, pejabat pembuat komitmen (PPK) BTP Jabagteng Bernard Hasibuan, PPK BTP Jawa Bagian Barat Syntho Pirjani Hutabarat, PPK Balai Pengelola Kereta Api Sulawesi Selatan Achmad Affandi, serta PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian Fadliansyah.

Empat tersangka lainnya sebagai pemberi suap yang datang dari kalangan swasta. Mereka adalah Direktur PT Istana Putra Agung Dion Renato Sugiarto, Direktur PT Dwifarita Fajarkharisma Muchamad Hikmat, Direktur PT KA Manajemen Properti hingga Februari 2023 Yoseph Ibrahim, dan Vice President PT KA Manajemen Properti Parjono.

Mereka diduga terlibat dalam pengaturan pemenang pelaksanaan proyek pembangunan dan pemeliharaan rel di wilayah Sulawesi Selatan, Jawa Bagian Tengah, Jawa Bagian Barat, dan Jawa-Sumatera pada tahun anggaran 2018-2022. Secara rinci, proyek pembangunan rel itu meliputi jalur kereta ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso, jalur kereta di Makassar, Sulawesi Selatan, empat proyek konstruksi jalur kereta dan dua proyek supervisi di Lampegan, Cianjur, Jawa Barat, serta proyek perbaikan pelintasan sebidang Jawa-Sumatera.

Korupsi ini dinilai tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga masyarakat luas karena KA termasuk moda angkutan umum. Selain itu, kualitas jalur kereta yang dihasilkan berpotensi terdampak dan membahayakan keselamatan masyarakat pengguna layanan.

Menurut Tanak, dalam pengaturan pemenangan proyek itu, pihak swasta diduga menyuap sejumlah pejabat di DJKA berkisar 5-10 persen dari nilai proyek. Karena itu, KPK menduga total penerimaan uang dapat mencapai lebih dari Rp 14,5 miliar. ”Sejumlah penerimaan uang diduga dalam bentuk pemberian tunjangan hari raya (THR). Berikutnya, KPK akan terus mengembangkan dan mendalami lebih lanjut pada proses penyidikan,” ujar Tanak.

Kompas telah menghubungi Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati untuk mengonfirmasi dampak dari kasus korupsi proyek di Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub ini. Namun, Adita meminta untuk menunggu hingga ada keterangan lebih lanjut. ”Ditunggu dulu saja,” katanya.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, dan Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri (kiri ke kanan) saat menggelar ekspos tersangka kasus suap pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (13/4/2023) dini hari.

Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Sahel Muzzammil, mengatakan, korupsi di DJKA yang mencapai Rp 14,5 miliar itu merupakan problem akut. Hal ini masih belum berhasil diselesaikan dengan strategi digitalisasi yang kerap diandalkan pemerintah.

”Selain korupsi politik dan penegakan hukum, kami sudah memberi peringatan bahwa sektor pelayanan publik juga merupakan salah satu yang rawan,” tuturnya.

Terkait hal itu, dia menyoroti bahwa kejadian ini berhubungan dengan penurunan skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2022 yang mengalami penurunan empat poin hingga berada di skor 34. Berbagai program dan strategi pemberantasan korupsi dalam pelayanan publik dinilai tidak efektif karena masih lazim terjadi.

Sahel menambahkan, TII selalu mendukung KPK dalam melakukan penindakan terhadap aksi rasuah, termasuk dugaan korupsi proyek DJKA Kemenhub. Namun, dalam kasus ini, KPK perlu menjelaskan secara rinci kepada publik terkait waktu penindakan karena lembaga antirasuah itu sedang berpolemik.

”Jadi, jangan sampai penindakan ini berkesan sebagai pengalihan dari polemik yang sedang menerpa KPK. Kami kira penjelasan itu penting, terutama tentang mengapa tidak lebih awal penindakannya,” tutup Sahel.

#kpc/mnu/bin






 
Top