Oleh:
Susilo Bambang Yudhoyono

SUDAH tiga hari ini saya berada di Tangerang. Dalam pengamatan saya, "Tangerang Raya" makin maju dan terus berkembang. Ini tentu berita baik. Ini juga berarti bahwa dari masa ke masa, kita semua, dipimpin oleh pemerintah, terus membangun dan memajukan negeri ini.

Mengapa saya berada di Tangerang?

Saya, dan sejumlah teman, tengah menyaksikan salah satu turnamen bola voli yang cukup bergengsi di tingkat nasional. Hanya ada 8 klub bola voli yang terpilih untuk mengikuti ajang penting ini, yaitu turnamen Livoli Divisi Utama yang setiap tahun diselenggarakan oleh PBVSI. Saya ketahui kompetisi klub bola voli papan atas ini juga diikuti, melalui kanal televisi MOJI, oleh para pencinta bola voli di tanah air yang jumlahnya makin banyak.

BACA JUGA: HARI PAHLAWAN 2023: Tema, Logo Resmi, Filosofi hingga Pedoman Penggunaan Logo

Seperti biasanya, saya hadir di turnamen ini karena ingin memberikan semangat kepada mereka yang tengah bertanding, dan tentu untuk memberikan dukungan kepada klub bola voli LavAni yang saya dirikan dan bina sejak akhir 2019 yang lalu. Jujur, sejak remaja saya sangat menyukai bola voli dan bahkan secara aktif ikut bermain di cabang olah raga itu.

Kompetisi di Tangerang ini juga berlangsung seru dan sengit. Setiap tim tentu ingin menang dan bisa mengalahkan lawannya. Semua berikhtiar sekuat tenaga. Semua strategi, taktik dan teknik digunakan. Namun, semua tahu bahwa sesengit dan sekeras apapun kompetisi itu ada satu hal yang "membatasinya"…. yaitu aturan (rules).

Dua hari pertama sudah terlihat serunya kompetisi ini. Saya, meskipun terkadang ikut tegang, tetapi juga sangat menikmatinya. Tak sedikit terjadi silang pendapat (dispute) di antara pihak yang bertanding, baik atlet pemain maupun "coach". Meskipun ada hakim garis, yang berwenang untuk memastikan bola masuk atau ke luar, dan ada pula wasit yang punya kuasa untuk "mengadili" siapa yang salah jika terjadi pelanggaran, yang akhirnya menentukan siapa yang dapat nilai (point) dan siapa yang kehilangan point, tetap saja ada sengketa di antara pihak-pihak yang tengah berhadapan itu.

Dalam keadaan terjadinya persengketaan yang kerap tajam ini, mungkin ada pihak yang berpendapat bahwa wasitlah yang paling menentukan. Wasitlah yang memberikan kata akhir dan harus dipatuhi oleh siapapun. Pendapat ini barangkali dibangun dari keyakinan bahwa seorang wasit tidak pernah berbuat salah. Wasit pasti benar. Wasit pasti adil. Karenanya, keputusan wasit mesti dipatuhi dan dijalankan oleh semua pihak yang bersengketa. Barangkali inilah yang menjadi pengetahuan umum.

Benarkah demikian?

Ternyata tidak begitu.

Jika ada tim yang oleh wasit dinyatakan bersalah sehingga kehilangan point, misalnya tangan seorang pemainnya menyentuh net atau bola yang dipukul (di-spike) ke luar lapangan (out), tetapi jika yang dipenalti tidak setuju dengan keputusan wasit itu, masih ada jalan untuk "memohon keadilan". 

Dalam permainan bola voli, jika ada yang meyakini keputusan wasit salah, tim yang merasa dirugikan bisa mengajukan "video challenge". Terhadap ajuan atau gugatan itu, pada prinsipnya wasit tidak boleh menolaknya, karena “video challenge” juga merupakan bagian dari aturan (rules) yang harus dijunjung tinggi oleh semua.

BACA JUGA: Salut 'tuk SBY, Bapak Demokrasi Indonesia

Beberapa saat kemudian, video rekaman yang di dalamnya terjadi pesengketaan itu diputar di layar, sehingga baik “coach” maupun atlet kedua tim yang bersengketa itu bisa sama-sama menyaksikannya. Penonton pun bisa ikut menyaksikan tayangan ulang itu. Jika ternyata wasitnya yang salah, maka secara sportif wasit yang bersangkutan akan menerimanya. Semua pihak juga menerimanya. Persengketaan berakhir dan permainan dilanjutkan.

Ada pelajaran penting yang dapat kita petik.

Pertama, kekuasaan (power) wasit tidak absolut. Wasit juga manusia, seperti kita juga. Keputusan wasit gugur, karena ada yang menggugurkannya yaitu rekaman video yang boleh dikatakan 100% benar dan obyektif. Video yang merekam jalannya pertandingan tak punya kepentingan lain, selain merekam apa adanya. Mesin cerdas dan kredibel itu hanya bercerita tentang  fakta dan kebenaran.

Kedua, sebuah kekuasaan karena bisa saja salah dalam penggunaannya, mesti dikontrol oleh kekuasaan yang lain. “Power must not go unchecked.” “Power must be checked by another power.” Kekuasaan wasit bola voli, dalam hal ini, dikontrol oleh mesin perekam yang tidak pernah berbuat salah.

Ketiga, kalau kita kaitkan dengan kehidupan nyata, entah di dunia olah raga, dunia sosial, dunia bisnis, dunia hukum, dunia politik, atau apapun ragamnya...mesti ada sebuah kekuatan (power) yang bisa menggugurkan kekuatan yang lain. Apakah gerangan kekuatan itu? Jawabannya adalah …. kebenaran. Jika semua berjalan dalam ranah kebenaran, segala konflik dan persengketaan akan mendapatkan solusinya.

Ya, sekali lagi kebenaran. Kebenaran di atas segalanya. Mempermainkan kebenaran sama dengan mempermainkan Tuhan.

Maaf, barangkali saya "ngelantur". Padahal saya hanya ingin bercerita tentang indahnya permainan bola voli yang seminggu ini saya saksikan di kota Tangerang yang indah ini.


​​​​​​​​​Tangerang, 8 November 2023

Susilo Bambang Yudhoyono

 

 





 
Top