PEKANBARU -- Budhi Syaputra, tersangka korupsi pembangunan jembatan Sungai Enok tahun anggaran (TA) 2012 telah diserahkan Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Tim Pidsus Kejati) Riau kepada jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir (Kejari Inhil) pada Kamis (23/11/2023) kemarin. 

Beserta mantan Direktur PT Bonai Riau Jaya (BRJ) tersebut juga diserahkan barang bukti (BB) pertanda berkas perkara telah lengkap atau P-21.

BACA JUGA: Mahasiswi Unsri Palembang Asal Padang Tewas Saat Gugurkan Kandungan!

"Dengan lengkapnya berkas, kewenangan penanganan perkara dilimpahkan ke JPU. Selanjutnya, proses tahap II dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru," terang Asisten Pidsus Kejati Riau, Imran Yusuf.

Kemudian, imbuhnya, terhadap tersangka inisial BS dilakukan penahanan di Rutan kelas I Pekanbaru oleh Tim JPU selama 20 hari terhitung 23 November sampai dengan 12 Desember 2023.

Dengan telah dilaksanakannya proses tahap II, selanjutnya JPU mempersiapkan dakwaan dan administrasi lainnya untuk pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.

  • KEPINGIN Gabung Jadi Biro Perwakilan Sumatrazone? Syarat Ringan, Hubungi Kami via WA: +6283181675398! QUOTA TERBATAS!

"Dalam waktu dekat, berkas perkara tersangka inisial BS akan dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan," pungkas Imran Yusuf.

Selain Budhi, perkara ini juga menjerat HM Fadillah Akbar. Ia juga merupakan Direktur PT BRJ. Penetapan keduanya sebagai tersangka dilakukan, Kamis (7/9/2023). 

Untuk diketahui, PT BRJ merupakan perusahaan rekanan yang mengerjakan proyek jembatan Sungai Enok di Kecamatan Enok, Kabupaten Inhil, tahun anggaran (TA) 2012. 

Kedua tersangka disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

BACA JUGA: KPK Akhirnya Minta Maaf "Sang Ketua" Jadi Tersangka Korupsi Berupa Pemerasan!

Sebelum menyandang status tersangka, di hari itu keduanya dipanggil untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Namun saat itu, hanya Budhi yang hadir memenuhi panggilan penyidik, sementara HM Fadillah mangkir.

Sejak saat itu, penyidik berusaha melakukan pemanggilan secara sah dan patut terhadap HM Fadillah. Namun hingga kini, dia tak kunjung menampakkan batang hidungnya ke kantor Kejati Riau.

Atas hal tersebut, Korps Adhyaksa itu akhirnya menetapkan HM Fadillah sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2023.

Dari informasi yang dihimpun, modus yang dilakukan para tersangka, yakni bermula setelah pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Inhil pada tanggal 17 Mei 2012, dimana HM Fadillah dan Budhi Syaputra melengkapi persyaratan lelang/tender. Selanjutnya kedua tersangka membantu mencarikan personel fiktif.

Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut, keduanya membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan, dan surat pernyataan dukungan alat. Hasilnya, PT BRJ dinyatakan sebagai pemenang lelang.

Tersangka HM Fadillah masuk menjadi Direktur PT BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan.

Setelah itu keduanya membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen kontrak/addendum I dan II sebesar Rp14.826.029.360 (17 Juli 2012 s/d 31 Desember 2012), Berita Acara (BA) Negosiasi dan BA Penyerahan Lapangan.

Dalam pelaksanaan pekerjaan, tersangka BS merekomendasikan saksi AP untuk bekerja di lapangan, dan Budhi juga yang membeli barang-barang material proyek.

Setiap pencairan uang muka dan termin dilakukan oleh tersangka HM Fadillah dengan memalsukan tanda tangan saksi H. Setelah uang tersebut masuk ke rekening PT BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan olehnya sejumlah Rp1.374.000.000 pada tanggal 4 Januari 2013 atau setelah pekerjaan selesai.

Menurut Ahli Fisik Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana kontrak/addendum I dan II. Sehingga menurut auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah terjadi kerugian keuangan negara sejumlah Rp1.842.306.309,34.

#red





 
Top