JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya mengatasi polemik di industri kelapa sawit. Di antaranya adalah capaian perkembangan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), dinamika harga tandan buah segar (TBS) dan beberapa hal lainnya. 

Saat ini, Kementan bersama Dinas Perkebunan di seluruh sentra kelapa sawit pun terus berupaya untuk menjaga produksi dan produktivitas kelapa sawit.

Tak hanya diam, dalam menanggapi polemik kelapa sawit tersebut, Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Andi Nur Alam Syah menegaskan Permentan 03 tahun 2022 yang telah ditetapkan mampu memperlancar dan melindungi produktivitas kelapa sawit.

"Terbitnya Permentan 03 tahun 2022 justru untuk memperlancar dan melindungi petani, bukan untuk memberatkan atau mempersulit petani saat memproses PSR-nya," ujar Andi dalam keterangan tertulis, Jumat (6/1/2023) kemarin.

"Semoga ke depannya realisasi PSR semakin meningkat. Peraturan dibuat untuk melindungi, mempermudah dan memperlancar, bukan menghambat. Tentu tak dapat dipungkiri, dalam mengimplementasikannya dihadapkan berbagai tantangan. 

Untuk itu, semua pihak perlu bekerja sama, bersinergi dan berkolaborasi secara terintegrasi untuk mempercepat proses pemenuhan ketentuan administratif, dengan melibatkan antara lain pemerintah daerah (pemda) provinsi/kabupaten/kota, Kementerian Pertanian, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit dan perbankan, serta pelaku usaha kelapa sawit baik swasta maupun BUMN," sambungnya.

Andi lebih lanjut menjelaskan bahwa peremajaan kelapa sawit dilakukan di lahan kelapa sawit dengan kriteria tanaman telah melewati umur ekonomis 25 tahun, produktivitas kurang dari atau sama dengan 10 ton TBS/hektare per tahun pada umur paling sedikit 7 tahun, dan/atau kebun yang menggunakan benih tidak unggul. Kriteria dimaksud dibuktikan dengan pernyataan yang dibuat oleh Poktan, Gapoktan, Koperasi atau Kelembagaan Pekebun lainnya.

"Pemerintah tentu hadir dan terus cari solusi tepat guna dan segera menindaklanjuti. Perbaikan industri sawit ini tak bisa sendiri, harus bersama bersinergi, demi tingkatkan kesejahteraan petani sawit ke depannya," tandas Andi.

Sebagai informasi, dilansir dari Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Paser tahun 2021, manfaat ekonomi program PSR sudah dirasakan oleh masyarakat pekebun, salah satunya perkembangan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) Kabupaten Paser yang telah berjalan sesuai dengan rencana.

Program PSR Kabupaten Paser merupakan program pertama yang dimulai pada tahun 2017 dengan KUD Sawit Jaya, Desa Sawit Jaya Kecamatan Long Ikis sebagai penerimanya. 

Hasil pantauan Dinas Perkebunan dan Peternakan ditemukan beberapa kelompok pekebun yang telah melaksanakan replanting tahap pertama, sudah mendapatkan hasil produksi sawit dan telah memperoleh manfaat ekonomis dari program tersebut.

Begitu pula dengan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang telah diluncurkan dengan tanam perdananya di Kabupaten Serdang, Sumatera Utara. Menjadi provinsi kedua dari program PSR, petani di sana sudah berhasil dan menikmati panennya.

"PSR ini sangat perlu dilakukan sebagai bentuk upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas hasil perkebunan. Pemerintah melaksanakan kegiatan peremajaan kelapa sawit sebagai bentuk keberpihakan kepada pekebun rakyat dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman kelapa sawit rakyat guna menjaga luasan lahan dan keberlanjutan usaha perkebunan kelapa sawit rakyat," ujar Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR (Aspekpir) Setiyono.

"Dan kami dari anggota Aspekpir sangat merasakan manfaatnya. Terbukti anggota Aspekpir yang sudah melakukan peremajaan di samping tanaman semakin meningkat produksinya, juga ringan biaya karena ada bantuan biaya hibah dari program PSR yang dikelola BPDPKS," imbuhnya.

Sementara itu, Ahli Hukum Tata Negara Universitas Tarumanegara, Ahmad Redi menjelaskan Permentan 03 Tahun 2022 ini bisa mencegah tumpang tindih lahan, kepastian hukum dan berkeadilan agar kepemilikannya clean and clear, serta tidak ada masalah di kemudian harinya.

Sesuai dengan Pasal 15, peremajaan kelapa sawit disebutkan diberikan kepada pekebun dengan berbagai syarat, salah satunya tergabung dalam kelembagaan pekebun dan memiliki legalitas lahan. Hal ini mengingat siklus tanaman kelapa sawit yang cukup panjang sekitar 25 tahun sehingga diperlukan kepastian hukum atas keberadaan kebun yang akan diremajakan.

Lebih lanjut, ia menjelaskan Permentan 03 Tahun 2022 merupakan penyempurnaan dari Permentan sebelumnya yang terbit dari hasil evaluasi dan masukan berbagai pihak. Di antaranya adalah aparat penegak hukum, BPK, BPKP, petani, pelaku usaha perkebunan dan berbagai stakeholder perkebunan.

Berbagai pihak tersebut memberikan banyak masukan dalam rangka kepastian hukum dan keberlanjutan usaha kelapa sawit. Dalam regulasi itu juga terdapat keterangan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian ATR/BPN terkait status lahan yang akan dilakukan peremajaan. Hal ini bertujuan agar peremajaan yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik tanpa konflik dan diberikan kepada para petani yang tepat sebagai penerima manfaat.

Ini dilakukan mengingat banyak areal perkebunan kelapa sawit yang diduga masuk dalam kawasan hutan. Untuk mengatasi hal itu, maka pemerintah membagi lahan-lahan petani yang masuk dalam kawasan hutan untuk diselesaikan sesuai peraturan yang berlaku.

Redi menambahkan Permentan 03 Tahun 2022 terbit melalui proses harmonisasi yang melibatkan kementerian dan lembaga terkait. Namun, dalam rangka mencapai tujuan peremajaan, saat ini Permentan tersebut sedang dalam proses revisi sesuai masukan dari berbagai pihak.

#dtc/fhs/ega





 
Top