JAKARTA -- Menteri Sosial Tri Rismaharini mencium gelagat mencurigakan dalam kasus penyaluran bantuan sosial beras untuk Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Tahun 2020-2021 di kementeriannya.

Menurutnya, ada keanehan proses administrasi dalam penyaluran program tersebut, karena melibatkan dua direktorat jenderal di Kementerian Sosial. Kata Risma, ada seorang staf di Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial (Dayasos) yang terlibat dalam program yang harusnya diurus Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial.

Kendati begitu, dia menekankan, sudah sejak lama ia memerintahkan jajarannya untuk tak lagi menyalurkan bansos dalam bentuk barang. Sebab, arahan Presiden Joko Widodo penyaluran bansos harus dalam bentuk uang supaya mudah melacak dan mengawasinya.

"Ini duitnya ada di Ditjen ini (Jamsos), kemudian kenapa ada staf di sini (Dayasos) itu mengerjakan itu jadi bingung saya karena enggak boleh secara administrasi pemerintahan," kata Risma saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, seperti dikutip Kamis (25/5/2023).

Karena ada gelagat mencurigakan tersebut, dia menekankan, sudah lama memutasi stafnya ke daerah sehingga tidak lagi memegang urusan strategis di kantor pusat Kemensos. Namun ia tidak mengungkapkan staf itu berasal dari direktorat mana dan dialihkan ke daerah mana.

"Jadi yang masa lalu sudah ini bagaimana anaknya saya pindah, jadi sudah tidak ada di gedung ini. Saya mendengar saja, saya juga takut impactnya jadi saya pindahin," tuturnya.

Selain itu, Risma kembali menyinggung soal keputusannya untuk menghapus Direktorat Jenderal Penanganan Fakir Miskin (PFM) sejak 2021. Ia tak menyinggung langsung keterkaitan penghapusan itu dengan kasus korupsi bansos yang ada di Kemensos. Ia hanya menegaskan penghapusan ini terkait efisiensi."

"Jadi saya melihat administrasinya kok aneh, kenapa ini di Dayasos, eh dulu PFM ya? Dulu Dirjen saya ada empat, setelah saya jadi menteri saya jadikan tiga, ini hapus PFM. Nah ini yang saya hapus, saya enggak tahu ini saya rasa enggak efektif karena saya hapus itu saya terbukti bisa hemat APBN itu Rp 263 miliar apa 267 miliar gitu," ungkapnya.

Pada saat itu, Wakil Ketua MPR sekaligus Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid sempat mengkritisi penghapusan Direktorat Jenderal PFM. Kata dia, Ditjen PFM 0ada 2022 mengelola anggaran sebesar Rp 45 Triliun untuk dua program bansos utama Kemensos.

Dua program itu ialah Program Keluarga Harapan dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Pada 2021 saat kasus Covid-19 memuncak, Ditjen tersebut juga mengelola bansos tunai, bansos sembako PPKM, dan program sembako kemiskinan ekstrem.

Meskipun masih terdapat beberapa evaluasi, kata Hidayat keseluruhan bansos berhasil disalurkan kepada lebih dari 95% keluarga penerima manfaat. Jika Ditjen PFM dihapus dan program-programnya dileburkan ke dalam struktur Kemensos lainnya, HidayaT khawatir akan ada proses penyesuaian dan adaptasi yang menyebabkan penyaluran bansos menjadi terkendala dan waktu yang makin panjang, dengan akurasi yang bermasalah.

"Apalagi Bu Menteri Sosial ketika menjelaskan ke Komisi VIII DPR-RI terkait konsep peleburan bansos dari Ditjen PFM ke ditjen lainnya juga masih sangat abstrak, dan menuai kritik tajam dari Komisi VIII DPR," kata dia dikutip dari website mpr.go.id.

#cnbc/bin





 
Top