JAKARTA — Sekretaris Mahkamah Agung Hasbi Hasan mengajukan permohonan praperadilan untuk menguji sah atau tidaknya terkait dengan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengurusan perkara di MA. Permohonan praperadilan itu masuk ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (26/5/2023).

Hingga saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga menahan Hasbi meski telah menetapkan Hasbi sebagai tersangka kasus korupsi.

Pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Djuyamto saat dikonfirmasi, Jumat, membenarkan adanya permohonan praperadilan tersebut. Ia mengatakan pemohon adalah Sekretaris MA Hasbi Hasan dengan termohon Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atas permohonan praperadilan itu, lanjutnya, PN Jaksel juga telah menunjuk hakim tunggal untuk memeriksa perkara, yaitu Alimin Ribut Sujono.

”Hari sidang pertama telah ditetapkan, yaitu tanggal 12 Juni 2023,” kata Djuyamto.

KPK memeriksa Sekretaris MA Hasbi Hasan dan pihak swasta Dadan Tri Yudianto sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap untuk pengurusan perkara di MA. Hasbi merupakan Sekretaris MA kedua yang terlibat dalam kasus korupsi. Sebelumnya bekas Sekretaris MA Nurhadi juga terlibat kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang.

Meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka, Hasbi belum ditahan. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, penahanan merupakan wewenang penyidik untuk memastikan pemeriksaan menjadi efektif dan efisien. Penahanan dilakukan secara hati-hati dan saksama dengan alasan yang memenuhi asas kebutuhan dan proporsional.

Terkait dengan pemeriksaan terhadap Hasbi, Juru Bicara MA Suharto mengatakan, MA menghormati proses hukum yang dilakukan KPK. Terkait dengan status Hasbi apakah akan dinonaktifkan, Suharto masih perlu menunggu jawaban dari pimpinan MA.

Sebelumnya, Hasbi juga telah diperiksa KPK sebagai saksi kasus dugaan suap untuk pengurusan perkara pidana yang terkait dengan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di MA dengan tersangka hakim agung nonaktif Gazalba Saleh. Dalam kasus ini, diduga terjadi pengondisian putusan dengan pemberian uang oleh pihak beperkara, yaitu debitor KSP Intidana, Heryanto Tanaka, melalui pengacara Yosep Parera sebagai perantara.

Saat dikonfirmasi, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, praperadilan nantinya hanya akan menguji syarat formil dari penetapan seseorang sebagai tersangka, bukan materiil. ”KPK menyatakan siap menghadapi sidang praperadilan yang diajukan oleh Hasan Hasbi,” ucapnya.

KPK menyatakan siap menghadapi sidang praperadilan yang diajukan oleh Hasan Hasbi.

MAKI Pertanyakan Konsistensi KPK


Terkait dengan penanganan kasus korupsi yang diduga dilakukan Hasbi, sejumlah elemen masyarakat sipil mempertanyakan konsistensi KPK dalam memberantas korupsi. Sebab, hingga saat ini KPK tidak menahan Hasbi meski telah ditetapkan sebagai tersangka. Dalam kasus itu, KPK juga menetapkan satu orang dari swasta, Dadan Tri Yudianto, tetapi juga belum ditahan.

Koordinator Masyarakat Anti-korupsi Indonesia Boyamin Saiman saat dihubungi di Jakarta, Jumat (26/5/2023), berpendapat, status tersangka terhadap Hasbi Hasan dan Dadan yang sudah diumumkan tetapi belum ditangkap justru menunjukkan tidak konsistennya KPK dalam membuat program pemberantasan korupsi. Ini dapat dilihat sebagai langkah KPK yang dapat menurunkan kualitas dan standarnya sebagai lembaga antirasuah itu.

”KPK tidak boleh memberi kesan lemah dengan cara tidak menahan tersangka kasus dugaan korupsi. Tampak KPK saat ini semakin kendur dan tidak produktif, padahal KPK sudah diamanatkan di dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Pasal 25 bahwa kasus korupsi harus segera ditindak atau diutamakan daripada perkara lain,” ujar Boyamin.

Selain itu, Hasbi dan Dadan juga telah dicegah KPK bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Hasbi dicegah per tanggal 9 Mei 2023 sampai 9 November 2023, sedangkan Dadan dicegah dari tanggal 12 Januari 2023 sampai 12 Juli 2023.

Boyamin juga mengingatkan, KPK seharusnya memiliki ketegasan terhadap para tersangka dengan segera menahan tersangka agar tidak melarikan diri. ”Dengan tidak ditahan kedua tersangka itu, jangan-jangan ada kesan KPK ragu dengan barang buktinya yang enggak ada, jangan-jangan tidak ada alat bukti. Kan jadi dipersepsikan yang berbeda-beda,” kata Boyamin.

Menurut peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, alasan KPK tidak melakukan penahanan karena dianggap tak berisiko melarikan diri harusnya ditinjau ulang. Penahanan tersangka itu sudah diatur dalam Pasal 21 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang Penahanan Pelaku Tindak Pidana.

Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup; dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri; merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.

Jika tidak ditahan, kata Alvin, kemungkinan tersangka untuk menghancurkan barang bukti bisa saja terjadi. Padahal hilang atau hancurnya barang bukti berdampak signifikan dalam proses pembuktian. KPK harus menunjukkan langkah tegas seperti pencegahan bepergian ke luar negeri dan penahanan segera dilakukan.

”Tak hanya barang bukti yang dihilangkan, langkah KPK itu mengkhawatirkan karena para tersangka juga dapat berpotensi mempengaruhi saksi-saksi," kata Boyamin.

#kpc/din/bin





 
Top