JAKARTA -- Kesendirian Partai Demokrat pasca memutuskan hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) sekaligus mencabut dukungan terhadap Anies Baswedan sebagai bacapres membuat parpol besutan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini jadi buah bibir.

Terkini, sejumlah elite parpol di "koalisi seberang" berebut melontarkan asumsi, spekulasi seputar gerakan "ksatria" tarik diri Demokrat dari KPP. Bahkan parpol yang kini dipimpin putra sulung SBY, AHY, tersebut mulai dibidik untuk diajak bergabung ke dua koalisi lainnya, yakni Koalisi Indonesia Maju yang mengusung Capres Prabowo dan Koalisi 4 Parpol yang mengusung Capres Ganjar Pranowo. 

Wakil Ketua DPN Partai Gelora Fahri Hamzah meyakini Demokrat akan bergabung ke koalisi pendukung Prabowo Subianto. Fahri mengungkit kedekatan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Umum Gerindra tersebut.

Hal itu disampaikan Fahri Hamzah dalam peluncuran buku 'Prabowo Subianto sang Pemersatu Bangsa' karya Sugiat Santoso di Rumah Besar Relawan Prabowo 08, Slipi, Jakarta Barat, Senin (11/9/2023).

Mulanya, Fahri menjelaskan Prabowo sangat dekat dengan Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Fahri mengatakan Gus Dur sudah melabeli Prabowo dengan sebutan 'orang yang paling ikhlas di Republik ini'.

"Pak Prabowo dekat sama Gus Dur. Gus Dur itu sudah wafat dan kita tahu fatwanya masih ada sampai sekarang bawa orang yang paling ikhlas hatinya untuk Republik ini namanya Prabowo Subianto itu kata Gus Dur," kata Fahri Hamzah, dilansir dari Detikcom.

Fahri juga menyebut Prabowo sangat dekat dengan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri. Fahri mengatakan kedekatan itu terlihat dari duet Megawati-Prabowo (Mega-Pro) pada Pemilu 2009.

"Dekat dengan Ibu Mega kurang dekat apalagi? Wong jadi wakilnya Bu Mega. Mega-Pro. Meski saya sekarang agak menyayangkan mengapa Ibu Mega tidak bersama Pak Prabowo? Yang menurut saya seharusnya itu diteruskan sebagai satu momen persatuan nasional," katanya.

Fahri kemudian bicara soal hubungan SBY dengan Prabowo. Ia pun meyakini hubungan SBY dengan Prabowo akan membawa Demokrat bergabung ke Koalisi Indonesia Maju yang mendukung Prabowo sebagai capres.

"Beliau ada masalah sedikit saya kira residu dari zaman Pak Habibie dengan Pak SBY tapi itu tidak besar karena itu tidak ada masalah. Saya yakin Demokrat akan bergabung dengan Pak Prabowo. Feeling saya begitu," kata Fahri.

Ia mengatakan SBY memiliki kedekatan dengan Prabowo. Karena itulah, kata Fahri, Prabowo sudah teruji kiprahnya di mata SBY.

"Perasaan saya, Pak SBY tentu tahu bahwa Pak Prabowo adalah tokoh yang sangat dekat dengan beliau dan juga teruji ya apa namanya, kiprahnya selama ini. Berkali-kali juga di beberapa momentum ada koalisi juga dengan beliau dan selama beliau menjadi presiden juga Pak Prabowo adalah menjadi orang yang melakukan penyeimbangan secara setia dalam rangka membangun demokrasi, sehingga di zaman Pak SBY rekor indeks demokrasi kita di antara yang paling baik," ujarnya.

"Nah, sekarang ini waktunya saya kira tokoh-tokoh ini semuanya bersatu dan mendukung Pak Prabowo itu harapan kita saya kira ke depan," imbuhnya.

Masih seputar posisi Demokrat saat ini,  Sandiaga Uno juga angkat bicara. Selaku Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PPP, Sandi yang pernah menjadi pasangan Prabowo dalam Pilres yang dimenangkan pasangan Jokowi - Ma'ruf Amin ini menyatakan pihaknya berkeinginan mengajak Partai Demokrat dan PKS mendukung Bacapres PDIP Ganjar Pranowo. Usulan itu sudah disampaikan kepada ketum partainya, Mardiono.

"Niatan itu sudah kami sampaikan kepada Plt Ketum PPP (Mardiono) dan akan dibahas pada forum pimpinan partai politik, tidak melibatkan Bappilu," ujar Sandi di Jakarta Selatan, Minggu (10/9/2023) kemarin. 

Sandi menegaskan pihaknya berkomitmen dengan kerja sama politik yang sudah ditanda tangani dengan PDIP, yakni memenangkan Ganjar.

 

Soal target pemenangan, penjabat Menteri Pariwisatan dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) ini menekankan semua wilayah penting dan strategis. Oleh sebab itu, dia tak mengkhususkan daerah tertentu untuk pemenangan Pemilu 2024.

"Semua penting, semua strategis, tidak ada daerah yang dikhususkan, tidak ada daerah yang tidak diprioritaskan, semua daerah di prioritaskan, dan target 11 juta suara," ucapnya seperti dilansir CNNcom. 

Sandi lebih lanjut mengatakan bahwa PPP punya target 40-60 kursi di DPR. Optimalisasi ceruk suara PPP nantinya bakal lebih merangkul kelompok Nahdliyin, santri, ibu-ibu dan anak muda.

"Tentunya basis kalangan Nahdiyin, pondok pesantren, para santri, namun juga kita mulai secara serius menggarap emak-emak. Namun nanti kita juga nanti akan mengupayakan perjuangan untuk anak-anak muda," ujar sosok flamboyan yang semasa jadi Cawapres-nya Prabowo sangat identik dengan massa dari kalangan emak-emak tersebut. 

Diketahui, Partai Demokrat memutuskan hengkang dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Dukungan terhadap Anies Baswedan sebagai bacapres juga sudah dicabut. Kini, Demokrat belum bergabung dengan koalisi manapun.

Demokrat sebelumnya bersama NasDem dan PKS mendukung Anies Baswedan sebagai bacapres 2024. Namun dukungan dicabut lantaran Anies memilih berduet dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.

Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjelaskan, keluarnya Partai Demokrat dari KPP bukan karena dirinya batal jadi calon wakil presiden bagi Anies Baswedan, melainkan karena tidak dilibatkan dalam proses penentuan cawapres.

Lalu, bagaimana langkah politik Partai Demokrat selanjutnya? Seperti dilansir Kompascom, paling tidak ada tiga alternatif bagi Partai Demokrat.

Alternatif pertama adalah menjadi oposisi atau menyatakan sikap netral, seperti yang pernah dilakukan Demokrat pada Pemilu 2014. Ini pilihan yang termudah dan tercepat.

Pilihan ini bisa diambil apabila tidak ada koalisi yang dianggap bisa mendukung kemajuan Demokrat atau yang memiliki kesamaan visi-misi dengan Demokrat.

Dalam jumpa pers pada 4 September lalu, AHY menyatakan akan tetap mengusung visi perubahan dan perbaikan meskipun sudah bukan bagian dari Koalisi Perubahan. Namun, jika berjuang sendiri, sepertinya akan sulit untuk menarik pemilih baru, yang tentu saja akan berimbas negatif bagi kelangsungan partai.

Bagaimanapun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2027 tentang Pemilihan Umum mensyaratkan partai politik harus masuk gabungan partai dalam mendukung pasangan calon presiden.

Berdasarkan pengalaman pada Pemilu 2014, elektabilitas Partai Demokrat turun sekitar 50 persen dibandingkan Pemilu 2009. Jadi, pilihan ini sebaiknya tidak ditempuh oleh Demokrat.

Alternatif kedua adalah membangun koalisi baru dengan mengajak partai lain, baik yang sudah berkoalisi ataupun belum. Pilihan membangun koalisi baru bisa dilakukan bersama partai-partai yang belum berafiliasi dengan capres yang akan maju. Masalahnya adalah apakah koalisi baru nanti bisa memenuhi presidential threshold sebagai batas untuk dapat mencalonkan capres dan cawapres?

Partai-partai selain PDI-P, Gerindra, Nasdem dan PKB bisa menjadi pilihan partai yang bisa diajak berkoalisi. Tentu ini tidak mudah karena semua partai besar sudah menentukan koalisi. Untuk membuat mereka pindah koalisi, Demokrat harus punya daya tawar yang lebih tinggi dibandingkan dengan koalisi yang sebelumnya.

Ini yang mungkin masih belum dimiliki Demokrat. Kalau sekadar menawarkan posisi capres atau cawapres, mungkin masih belum cukup karena tokoh yang akan maju nanti harus juga mampu bersaing dengan calon-calon yang ada saat ini. Elektabilitasnya harus tinggi.

Alternatif terakhir, Demokrat bergabung dengan koalisi yang sudah ada. Pilihannya tentu selain dengan KPP yang saat ini ditumpangi Anies - Cak Imin. Jadi, pilihan bagi Demokrat adalah bergabung dengan koalisi Partai Gerindra mendukung Prabowo atau dengan PDI-P mendukung Ganjar.

Untuk memilih salah satu dari koalisi ini bisa mempertimbangkan pendukung dari masing-masing partai. Berdasarkan kuadran tingkat kepuasan dan keyakinan terhadap kinerja pemerintah yang dilakukan oleh Litbang Kompas terlihat pendukung Demokrat lebih mirip dengan Gerindra.

Posisi yang cukup dekat antara Demokrat dan Gerindra di kuadran mengindikasikan pendukung kedua partai ini mempunyai pandangan terhadap pemerintah yang hampir mirip. Kesamaan ini bisa berarti harapan atau pandangan perubahan yang diinginkan para pendukung mereka juga kurang lebih sama sehingga penyatuan pendukung akan lebih mudah dilakukan.

Dari kuadran ini sebenarnya bisa dilihat profil pendukung Gerindra mendominasi wilayah pemilih yang cukup puas dan cukup yakin terhadap pemerintah.

Kemungkinan hal ini karena mereka memandang Prabowo sebagai bagian dari pemerintahan (menteri pertahanan), tapi juga bisa menjadi alternatif bagi yang agak kurang puas dan agak kurang yakin terhadap pemerintah. Posisi ini dirasa sangat ideal untuk merangkul lebih banyak pihak.

Berikut peta koalisi parpol untuk Pilpres 2024:

1. PDIP-PPP-Hanura-Perindo (mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres).

2. Gerindra-PAN-Golkar-Gelora-PBB (mengusung Prabowo Subianto sebagai capres).

3. NasDem-PKB-PKS (mengusung Anies baswedan sebagai bacapres dan Cak Imin sebagai bacawapres).

#dtc/kpc/cnn/ede





 
Top