PADANG -- Insiden pengusiran belasan jurnalis saat acara pelantikan Wakil Wali Kota Padang di kompleks rumah dinas Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) pada Selasa (9/5/2023) lalu menjadi puncak kemarahan insan pers "Ranah Minang" kepada Gubernur Sumbar Mahyeldi Ansharullah.

Sebelum insiden tersebut, rupanya hubungan insan pers di Provinsi Sumbar dengan Gubernur Mahyeldi memang sudah memanas. Berkali-kali sudah Mahyeldi beserta jajarannya bersikap merendahkan profesi jurnalis. 

Sikap merendahkan profesi jurnalis tersebut, antara lain, dengan gampang Sang Gubernur menyebutkan berita yang dibuat jurnalis adalah hoaks. Disamping itu, sikap yang ditunjukkan baik oleh gubernur maupun wakilnya ke media cenderung tertutup, seolah mereka tidak butuh media. 

Insiden pengusiran belasan jurnalis dari acara pelantikan Wakil Wali Kota Padang sontak membuat kemarahan jurnalis di Sumbar kepada Mahyeldi mencapai puncaknya. 

Pada Rabu (10/5/2023) lalu, empat organisasi jurnalis yang ada di Sumbar yakni Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumbar, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumbar dan Pewarta Foto Indonesia (PFI) Padang menginisiasi untuk melakukan aksi demonstrasi ke depan Kantor Gubernur Sumbar. Selain empat organisasi tersebut, ratusan jurnalis dari beragam wadah lainnya di Sumbar juga unjuk solidaritas pertanda ikut prihatin atas sikap pelecehan yang diterima belasan rekan seprofesi.


"Kerap bersikap tak patut bahkan cenderung melecehkan profesi jurnalis yang bekerja dengan kode etik dan dilindungi Undang Undang, jelas memicu kemarahan segenap insan pers yang juga terlahir sebagai manusia dan tentunya butuh penghargaan bahkan penghormatan atas profesinya," ujar Ketua Forum Eksekutif Media (FEM), Ecevit Demirel, di Padang, Minggu (14/5/2023).

Pihaknya mendorong proses hukum yang seterang-terangnya terhadap para oknum diduga pegawai Pemerintah Provinsi (Pemprov) selalu pelaku tindak pengusiran, sehingga setelah diselidiki pihak kepolisian nantinya bisa terkuak siapa betul "dalang" di balik insiden bertendensi merendahkan profesi insan pers yang berdaulat dan bermartabat.

Adapun terkait desakan seluruh jurnalis di Sumbar supaya Gubernur Sumbar meminta maaf kepada insan pers dan masyarakat Sumbar pada umumnya, menurut Ede, demikian Ketua FEM itu akrab dipanggil, merupakan hal yang lumrah. Sebab, tindak pelecehan yang dilakukan Mahyeldi dan juga jajarannya tidak hanya sekali. Melainkan sudah berulang kali. 

"Tanpa diminta pun, sebenarnya Gubernur Sumbar harus secara inisiatif minta maaf. Selaku pemimpin, seyogianya beliau lebih legowo dan mampu intropeksi diri atas serentetan sikap yang telah melukai insan pers. Baik selaku dirinya pribadi, maupun atas nama Pemprov Sumbar," ujar Ede, diamini Sekretaris FEM Eri Gusnedi.

Terkait aksi boikot pemberitaan hingga pariwara tentang Gubernur maupun Pemprov Sumbar oleh sebagian besar media di Sumbar, FEM juga sangat setuju bahkan mengapresiasi para  pimpinan media atas sikap tegas dan ksatria tersebut. 

"Hal tersebut membuktikan bahwa media-media di Sumbar punya komitmen dan tidak bersikap abu-abu atas persoalan menyangkut harga diri, harkat dan martabat insan pers di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara," tandasnya.

#rel





 
Top