JAKARTA -- Pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019 Agus Rahardjo terkait dugaan intervensi Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam penanganan kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik atau KTP-el patut disikapi serius. 

Kendati Istana Kepresidenan telah membantah, terbuka kemungkinan bagi DPR untuk menggunakan hak interpelasi agar persoalan ini tidak menjadi liar.

BACA JUGA: Cerita Agus Rahardjo Pernah Dimarahi Jokowi Gegara KPK Usut Kasus e-KTP!

”Ini sesuatu yang serius. Kalau DPR ingin mengetahui lebih lanjut mengenai hal itu, DPR bisa menggulirkan hak interpelasi,” kata anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (KPK) Nasir Djamil, Jumat (1/12/2023).

Dugaan adanya intervensi Presiden dalam penanganan kasus korupsi KTP-el ini muncul setelah Agus Rahardjo mengungkapkannya dalam acara Rosi di Kompas TV, Kamis (30/11/2023) malam.

Agus menyampaikan, dirinya sempat dipanggil Presiden Jokowi yang ditemani Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Ia sempat heran dengan pemanggilan tersebut karena pimpinan KPK lainnya tidak dipanggil. Ditambah lagi, ia masuk ke Istana bukan melalui jalur umum.

Kemudian, saat bertemu, Presiden langsung marah dan memintanya menghentikan penyidikan bekas Ketua DPR Setya Novanto dalam kasus korupsi pengadaan KTP-el.

Namun, Agus tak menuruti keinginan Presiden karena surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) kasus KTP-el sudah terbit tiga minggu sebelum panggilan tersebut. Apalagi, KPK tidak bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). KPK menetapkan Novanto sebagai tersangka pada 17 Juli 2017.

KEPINGIN Gabung Jadi Biro Perwakilan Sumatrazone di Wilayah Anda? Hubungi Kami via WA: +6283181675398. SYARAT RINGAN, QUOTA TERBATAS!

Dalam acara Rosi, Agus juga mengaitkan keengganannya untuk menghentikan penyidikan dengan revisi UU KPK pada 2019. Melalui revisi itu, KPK yang semula independen menjadi di bawah Presiden.

Agus Membenarkan

Saat dikonfirmasi, Jumat (1/12/2023), Agus tak menyangkal informasi tersebut. Saat itu, ujar Agus, ia tidak pernah menceritakan kepada siapa pun terkait pemanggilan Presiden tersebut. ”Lama setelah kejadian, baru saya cerita (ke) komisioner (KPK) yang lain,” ujarnya.

Pimpinan KPK periode 2015-2019 lainnya, Alexander Marwata dan Saut Situmorang, membenarkan bahwa Agus pernah menceritakan soal dugaan upaya intervensi dari Presiden.

Saut mengungkapkan, Agus memberi tahu dirinya terkait pemanggilan Presiden tersebut sebelum pimpinan KPK menyerahkan mandat pengelolaan KPK kepada Presiden Jokowi pada 13 September 2019.

BACA JUGA: Akhirnya Eks Rektor UINSU 'Angkat Bendera Putih' Usai DPO 3 Bulan...

Jika informasi dari Agus bahwa Presiden berupaya mengintervensi itu benar, Saut menilai hal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di Pasal 36 UU itu disebutkan, pimpinan KPK dilarang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun.

Istana membantah

Namun, Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana membantah pernyataan Agus. Menurut dia, tak ada pertemuan Presiden dan Agus.

Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana saat menjawab pertanyaan awak media di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (28/11/2023).

”Kedua, kalau kita lihat kenyataannya, proses hukum terhadap Bapak Setnov (Setya Novanto) berjalan seperti yang kita ketahui bersama pada tahun 2017 berjalan dengan baik dan sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap pada saat itu,” kata Ari.

Ari mempersilakan masyarakat mengecek pernyataan Presiden terkait kasus korupsi KTP-el saat itu. Kala itu, lanjut Ari, Presiden menegaskan agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK. ”Dan, Presiden yakin bahwa proses hukum itu akan berjalan dengan baik,” katanya.

Ari pun menepis revisi UU KPK terkait proses penyidikan Novanto. Revisi UU KPK pada 2019 ditegaskan atas inisiatif DPR, bukan pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menegaskan, siapa pun, termasuk Presiden, tidak boleh mengintervensi penegak hukum. Namun, ujar Mahfud, upaya mengintervensi KPK juga kerap muncul dari partai politik dan pejabat-pejabat yang melakukan lobi untuk mengganggu penegakan hukum.

”Nah, ke depannya tidak boleh. Pemerintah mendatang harus memastikan bahwa lembaga penegak hukum di bidang pemberantasan korupsi benar-benar diberi independensi,” kata Mahfud.

BACA JUGA: KPK Periksa Tersangka Baru Terkait Kasus Wali Kota Bandung Non Aktif

Meski sudah dibantah pihak Istana Kepresidenan, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menilai, dugaan intervensi Presiden tetap harus diusut. Jika betul ada upaya intervensi oleh Presiden, tindakan itu masuk kategori penyalahgunaan kewenangan. Sebagai bagian dari pengusutan itu, penting bagi Agus dan komisioner KPK periode 2015-2019 lainnya untuk memberi keterangan lebih jelas.

Hak DPR

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, mengusulkan agar DPR memanggil Agus. ”Apa betul Presiden Jokowi mengintervensi proses hukum di KPK? Jangan sebar hoaks ke masyarakat karena kalau cerita ini benar, rakyat bisa marah,” ujarnya.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, menyatakan, jika tuduhan intervensi itu benar, berarti Presiden telah bertindak tidak sesuai dengan sumpah dan janjinya.

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal itu, DPR bisa saja menggunakan haknya, salah satunya hak interpelasi. ”Tapi, itu kalau pimpinan partai di DPR mau,” kata Nasir.

Melalui interpelasi, DPR tidak hanya mengonfirmasi soal kebenaran pernyataan Agus mengenai intervensi dalam penanganan kasus KTP-el, tetapi juga hal lain. ”Apa benar itu hanya Setya Novanto? Kok, hanya Setya Novanto? Apa tidak ada nama lain? Ada apa? Dan sebagainya,” tutur Nasir.

Terlepas dari itu, anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, Trimedya Panjaitan, mengapresiasi keberanian Agus.

”Apalagi Pak Agus bukan tim sukses dari salah satu pasangan calon presiden dan kita tahu dia adalah orang yang sangat jauh dari ingar-bingar politik saat ini atau saat memimpin KPK. Jika ada yang menganggap ini bermuatan politis, saya kira berlebihan,” ucapnya.

#kpc/bin






 
Top