oka swastika mahendra | Sastrawan, Penyair


1

Di antara riuh bumi

Ayat-ayat langit bersaksi

Setiap kezhaliman

Lahir retakan kecil

Pada dasar sungai kehidupan

Ketika amanah dibengkokkan

Hati ditutup debu

Peringatan diabaikan

Hatimu miring

Air banjir menerjang murka

Tumpah sebagai tamparan


2

Rasul pernah menegur:

Umat rusak bukan karna sedikit

Melainkan membiarkan salah

Menjadi kebiasaan yang manis

Maka dosa mengalir diam-diam

Bagai gerimis tanpa suara

Lantas tumbuh menjadi aliran gelap

Memakan batas nurani

Akhirnya membanjir bandang

Menampar lembah ketidakpedulian.


3

Lihatlah:

Ketika kerakusan dipuja

Amanah dibeli murah

Dusta dipilih nyaman

Fakir diabaikan

Sungai dipertuhankan laba

Hutan digadai syahwat loba

Kepentingan pribadi menutup ayat suci

Maka bencana bukanlah misteri

Tetapi resonansi gema perilaku manusia


4

Qur’an telah ingatkan:

“Kerusakan di darat dan laut”

”Rampas rakus tangan manusia.”

Maka siapa menutup telinga

Ketika bumi merintih?

Siapa nekat menghitung rezeki

Tanpa menghitung akibat?

Siapa pemuja pembangunan pertumbuhan?

Tetapi membunuh kesyahduan alam

Siapa menampung dunia

Menumpahkan akhirat?


5

Banjir bukan aliran air

Inilah khutbah marah

Isyarat alam

Dosa kolektif manusia

Idiom peringatan tajam

Menegur jiwa lalai

Menampar wajah peradaban

Penanda rapuhnya takwa

Sebab air adalah saksi

Tidak pernah berdusta.


6

Maka bertobatlah

Jangan cibir bibir

Tetapi ubah cara hidup

Kembalikan hak tanah

Lapangkan kembali sungai

Beningkan niat dan amanah

Tegakkan kembali adil

Bela fakir tanpa menawar

Jadikan bumi sebagai amanat

Bukan komoditas keserakahan


7

Sebab jika tidak

Lapisan hitam dosa

Akan terus menebal menghitam

Menunggu saat tumpah

Menggulung rumah poranda kota

Segala kesombongan manusia

Lalu manusia bertanya:

“Kenapa kami ditimpa?”

Padahal jawabannya tertulis jelas

Banyak langkah berkah bumi diselewengkan


8

Ketika air reda

Lumpur mengering

Kesedihan menjadi debu—

Satu pertanyaan besar:

Apakah kita berubah?

Atau hanya sebagai penunggu

Datang banjir berikut

Bacaan ayat keras

Hatimu tetap cadas?


Jogjakarta 9 Desember 2025






 
Top