Rosadi Jamani | Penulis

-- Ketua Satupena Kalbar


KORUPSI adalah mahakarya bangsa ini. Ia bukan sekadar kejahatan, melainkan seni tingkat tinggi, hasil olah rasa, cipta, dan karsa yang diwariskan lintas generasi. Kita patut bangga. Negara lain sibuk membangun industri, kita membangun tradisi. 

Negara lain mengejar inovasi, kita mengejar amplop. Negara lain punya warisan budaya berupa candi dan tarian, kita punya local wisdom bernama “uang ketemu tangan”. UNESCO barangkali perlu mempertimbangkan, Korupsi Nusantara, Warisan Takbenda Dunia.

Malu sih dengan narasi itu. Mau gimana lagi, inilah negeri saya, negeri ente, dan negeri kita. Siapkan Koptagul, kita kupas tikus merah gorong-gorong dari Bekasi ini, wak!

Namanya Ade Kuswara Kunang. Usia 32 tahun. Lahir sekitar 1993. Bupati Bekasi termuda sepanjang sejarah. Dilantik resmi pada 20 Februari 2025 di Istana Kepresidenan Jakarta oleh Presiden Prabowo Subianto. Wajahnya segar, suaranya lantang, gesturnya penuh percaya diri. Julukannya keren, “Raja Bongkar”. Ia dikenal vokal, sering tampil di acara publik, penyerahan bantuan Jamsostek, kegiatan sosial nelayan, dan berbagai panggung yang membuat kamera jatuh cinta. Publik pun ikut jatuh hati. Ini dia, kata mereka, simbol regenerasi. Harapan baru, oksigen segar setelah udara politik yang pengap.

Tapi harapan di negeri ini memang rapuh. Mudah menguap. Pada Kamis malam, 18 Desember 2025, KPKkembali menggelar ritual sakral bernama OTT di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dengan tenang berkata, “Benar, sedang ada kegiatan penyelidikan tertutup di lapangan. Masih berprogres.” Kalimat yang bagi rakyat Indonesia artinya cuma satu: ada pejabat sebentar lagi jatuh.

Benar saja. Dalam rentang 18–19 Desember 2025, KPK mengamankan sekitar sepuluh orang. “Benar, salah satunya Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang,” ujar Budi Prasetyo saat dihubungi wartawan pada Jumat dini hari, 19 Desember 2025. Uang tunai sekitar Rp900 juta ikut diamankan. Uang yang seharusnya bekerja membangun daerah, malah sibuk bersembunyi di balik skenario suap proyek.

Yang membuat cerita ini naik kelas dari sekadar skandal menjadi tragedi keluarga adalah satu fakta kecil tapi mematikan, Ade tidak sendirian. Ayah kandungnya, HM Kunang, tokoh berpengaruh di Cikarang, juga ikut ditangkap. Ayah dan anak. Satu darah, satu nasib, satu mobil menuju Gedung Merah Putih KPK di Jakarta Selatan. Ini bukan sekadar OTT, ini potret keharmonisan keluarga dalam versi paling ironis. Jika biasanya politik diwariskan lewat restu, di sini diwariskan lewat konstruksi perkara.

HM Kunang dikenal sebagai figur penting di lingkaran politik dan bisnis lokal Bekasi. Namanya kerap dikaitkan dengan dukungan politik keluarga Kunang. Kini namanya tercatat resmi dalam lembar pemeriksaan KPK. Publik pun serentak mengangguk pahit. Oh, jadi begini cara kerja dinasti. Bukan sekadar kekuasaan yang turun-temurun, tapi juga risiko hukumnya.

Ade Kuswara Kunang sendiri adalah kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dalam Pilkada Bekasi 2024, ia diusung PDIP sebagai partai utama, berkoalisi dengan beberapa partai lain di tingkat daerah. Pasangannya adalah Asep Surya Atmaja sebagai wakil bupati. Masa jabatan seharusnya 2025–2030. Namun takdir berkata lain. Baru beberapa bulan menjabat, dari Februari hingga Desember 2025, kursi empuk itu berubah menjadi kursi panas.

Ironi ini terasa lengkap. Seorang bupati muda, disebut energik dan penuh gebrakan, kini duduk sebagai terperiksa. Julukan “Raja Bongkar” berubah makna. Bukan lagi membongkar kebijakan lama, melainkan dibongkar habis oleh penyidik. Yang dulu gemar mengkritik sistem, kini menjadi contoh paling telanjang dari rusaknya sistem itu sendiri.

Korupsi kembali tertawa. Ia tak peduli usia muda, jargon perubahan, atau partai pengusung. Ia menertawakan baliho, menertawakan sumpah jabatan, menertawakan rakyat yang sempat percaya. Rakyat? Rakyat muak, tapi muak yang sudah letih. Muak yang bahkan tak sempat marah. Karena ini bukan kejutan, melainkan pengulangan.

Ade Kuswara Kunang hanyalah satu nama dalam daftar panjang. Hari ini Bekasi, besok entah di mana. Jumlahnya sepuluh orang hari ini, bisa lebih besok. Uangnya Rp900 juta sekarang, bisa miliaran di episode selanjutnya. Sementara kita, penonton setia, kembali dipaksa menyimpulkan satu hal pahit, di negeri ini, korupsi bukan penyimpangan. Ia sudah menjadi sistem yang terlalu lihai untuk sekadar disebut oknum.

Ketika ayah dan anak digiring bersamaan, negeri ini seolah diberi pesan simbolik yang kejam: korupsi tak lagi diwariskan sebagai cerita, tapi sebagai praktik. Dari generasi ke generasi. Dari podium ke ruang tahanan. (*)

#camanewak








 
Top