Rosadi Jamani | Penulis
Ketua Satupena Kalbar
PAGI-PAGI saya sudah memuji Zulhas – Zulkifli Hasan – yang memikul sekarung beras. Wow, tanggapan netizen, sungguh di luar nurul, saya memuji eh ramai mencaci. Yang menarik ramai mengaitkan dengan Harisson Ford. Mungkin banyak belum tahu sosok Indiana Jones ini, yok kita kenalan. Siapkan Koptagul, wak!
Pada suatu hari di tahun 2013, langit Jakarta disibukkan kedatangan seorang pria tua berusia 71 tahun. Ia mengenakan kemeja lapangan, celana kargo, dan sorot mata yang bisa membelah kayu ulin. Bukan, ini bukan kunjungan kerja dari menteri kehutanan luar negeri. Ini Harrison Ford, aktor Hollywood, pilot pesawat ringan, dan, pada hari itu, penyambung lidah hutan tropis yang sudah muak ditebangi.
Ford datang bukan untuk syuting Indiana Jones and the Curse of the Corrupt Concession, meskipun judul itu terdengar sangat relevan. Ia mendarat di Halim Perdanakusuma pada 1 September 2013, membawa kru dokumenter Years of Living Dangerously, sebuah serial tentang perubahan iklim yang diproduksi oleh National Geographic. Tapi begitu ia menginjakkan kaki di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau, ia tidak menemukan hutan lebat penuh harimau dan orangutan. Yang ia temukan adalah… kebun sawit. Di dalam taman nasional. Iya, di dalam.
Dengan ekspresi seperti baru saja menemukan alien di ruang tamu, Ford melangkah di antara batang sawit ilegal dan sisa-sisa kebakaran hutan. Ia tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Kamera merekam semuanya, dari wajahnya yang muram hingga napasnya yang berat saat menyaksikan kehancuran ekologis yang lebih dramatis dari plot Blade Runner. Ia bertanya-tanya, “Ini taman nasional atau taman industri sawit?”
Lalu datanglah momen legendaris itu, wawancara dengan Menteri Kehutanan Zulhas. Ford, yang biasanya menyelamatkan artefak kuno dari tangan Nazi, kini berhadapan dengan birokrasi tropis. Ia bertanya, “Kenapa perusahaan-perusahaan ini masih beroperasi di dalam taman nasional?” Zulhas menjawab dengan tenang, tapi Ford menyela dengan kalimat yang kini menjadi kutipan abadi, “This is not funny.” Bahkan mikrofon sempat mati karena malu.
Tak puas, Ford juga menemui Presiden SBY. Kabarnya, suasana pertemuan itu lebih tegang dari debat capres. SBY dilaporkan sempat kesal karena merasa diperlakukan seperti tersangka oleh Han Solo. Tapi Ford tidak peduli. Ia bukan datang untuk basa-basi. Ia datang untuk menyampaikan pesan dari pohon-pohon yang sudah ditebang: “Tolong, cukup sudah.”
Ford bukan hanya aktor. Ia adalah Wakil Ketua Conservation International sejak 1991, dan telah menghabiskan puluhan tahun memperjuangkan pelestarian hutan hujan tropis. Ia percaya, “nature doesn’t need people, people need nature.” Ketika ia melihat Indonesia, ia melihat negara yang sedang bermain-main dengan masa depannya sendiri, sambil menyulut api di hutan dan menyiramnya dengan minyak sawit.
Kini, setiap kali banjir bandang melanda Sumatra dan kayu-kayu gelondongan meluncur seperti peserta arung jeram, nama Harrison Ford kembali muncul di linimasa. Netizen mengunggah ulang video kemarahannya, seolah berkata: “Tuh kan, udah dibilangin sama Indiana Jones.” Tapi seperti biasa, kita lebih cepat menanam tagar daripada menanam pohon.
So, siapa Harrison Ford? Ia adalah aktor kelahiran 13 Juli 1942 di Chicago, yang membintangi Star Wars, Indiana Jones, Blade Runner, dan The Fugitive. Ia pernah dinominasikan Oscar lewat Witness, dan kini di usia 83 tahun (2025), masih aktif berakting, terakhir muncul sebagai General Thaddeus “Thunderbolt” Ross di Captain America, Brave New World (2024). Tapi bagi hutan Indonesia, ia akan selalu dikenang bukan sebagai pahlawan Marvel, tapi sebagai satu-satunya bule yang berani marah-marah ke menteri karena hutan kita dibabat habis.
Untuk itu, kita harus mengakui, mencak-mencaknya Harrison Ford lebih bermakna dari seribu seminar kehutanan. Patut dipuji. Patut ditonton ulang. Patut dijadikan meme. Tapi yang paling penting: patut ditindaklanjuti. Sebelum hutan kita benar-benar tinggal kenangan, dan satu-satunya yang tersisa hanyalah footage Ford yang berkata, “This is not funny,” sementara kita semua tertawa pahit di tengah banjir. (*)
#camanewak

